Minggu, 24 Juni 2018

Analisis Sosiologis Cerpen MAK PEKOK (Karya AA Navis)

Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen MAK PEKOK Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan dibahas secara mendalam yaitu, Penentuan Latar Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen Secara Objektif, dan Interpretasi Data. Langsung saja simak bahasan di bawah ini! Selamat membaca!


www.bahasbahasaa.blogspot.com


PENENTUAN LATAR

Jendela di kamar tokoh aku mengurangi kegelisahan saat matanya tak kunjung terlelap. Di sana tokoh aku merasakan suasana malam desa yang menenangkan jiwa.

Aku kian letih. Tetapi, mataku tak kunjung terlelapkan. Ketika kegelisahan itu tak tertahankan, aku berdiri. Aku buka jendela kamar. Hawa malam menerpaku. Alangkah sejuknya. Samar-samar telihat semak belukar di halaman sebelah.
Latar tempat berikutnya adalah pondok Mak Pekok. Pondok tersebut merupakan tempat bermain tokoh aku di masa kecil beserta anak-anak sebayanya sekaligus tempat sapi peliharaan Mak Pekok berkandang. Di sana mereka mendengarkan berbagai cerita dari Mak Pekok.

Aku ingat di situ dulu ada pondok. Pondok Mak Pekok. Di pondok itu juga beberapa ekor sapi berkandang. Sapi milik Datuk Penghulu yang digembalakan Mak Pekok dengan sistem bagi hasil. Dan pondok itu tak ada lagi.

Aku terkenang masa kanak-kanakku. Pondok itu di siang hari kosong. Kami sering bermain-main di sana. Kalau ibu merasa kehilangan aku, selamanya ibu mencari ke sana. Kalau malam sudah datang, dunia kami menjadi tempat peraduan sapi. Mak Pekok tidur di singgarsananya pada petak tinggi dari lantai.
Selain jendela kamar dan pondok Mak Pekok, cerita pendek “Mak Pekok” karya AA. Navis berlatar di padang rumput yang tidak jauh dari pondok Mak Pekok. Mak Pekok menggiring sapi-sapi miliknya setiap pagi ke padang rumput.

Alangkah indahnya hidup Mak Pekok di masa itu. Pagi-pagi diaraknya sapi-sapi ke padang rumput yang tidak begitu jauh dari pondoknya. Kalau dia suka dihuninya sapi makan rerumputan. Tapi kalau dia ada urusan lain, dia tinggalkan sapi-sapi itu, ada-ada saja dibuatnya. 
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa latar tempat yang melatari peristiwa di dalam cerpen “Mak Pekok” karya AA. Navis ini meliputi jendela kamar tokoh aku, pondok Mak Pekok, dan padang rumput. Jendela kamar yang menghadap ke semak-semak belukar, pondok Mak Pekok, serta padang rumput tempat gembala sapi menjelaskan bahwa cerita menggambarkan situasi latar desa Minangkabau. Hal ini didukung juga oleh sapi yang digembalakan oleh Mak Pekok milik seorang Datuk Penghulu dengan sistem bagi hasil. Datuk Penghulu merupakan gelar seseorang di Minangkabau.
Kemudian, terdapat beberapa latar waktu di dalam Cerpen “Mak Pekok”. Cerita  dimulai dengan penggambaran tokoh aku berdiri dari ranjangnya lalu membuka jendela kamar di suatu malam. 

Aku kian letih. Tetapi, mataku tak kunjung terlelapkan. Ketika kegelisahan itu tak tertahankan, aku berdiri. Aku buka jendela kamar. Hawa malam menerpaku. Alangkah sejuknya. Samar-samar telihat semak belukar di halaman sebelah.
Latar waktu berikutnya pada pagi hari, Mak Pekok menggiring sapi-sapi peliharaannya ke padang rumput.

Alangkah indahnya hidup Mak Pekok di masa itu. Pagi-pagi diaraknya sapi-sapi ke padang rumput yang tidak begitu jauh dari pondoknya. Kalau dia suka dihuninya sapi makan rerumputan. Tapi kalau dia ada urusan lain, dia tinggalkan sapi-sapi itu, ada-ada saja dibuatnya. 
Selain itu, Cerpen “Mak Pekok” mengungkapkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada dekade 40-45 pada masa penjajahan Jepang yang diceritakan kembali oleh tokoh aku.

Aku bertanya lagi. “Mengingat matinya di zaman Jepang, mungkin dia mati kelaparan?”

Angah Limah menatap aku. Aku pun bertanya lagi. “Untuk dapat makan dia bisa kerja apa saja, bukan? Dia pandai bertukang Jepang memerlukan banyak tukang.”
Melalui latar tempat dan waktu dalam cerpen “Mak Pekok” karya AA. Navis ini dapat disimpulkan untuk sementara bahwa cerpen menceritakan tentang kehidupan seorang Mak Pekok di suatu daerah Minangkabau. Perilaku tokoh cerpen dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk mendapatkan data-data sebagai bukti selanjutnya.

PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTAR PERAN

Di dalam cerpen “Mak Pekok”, seorang tokoh bisa memerankkan dua peran. Tokoh Aku misalnya memerankan peran seorang perantau, anak, masyarakat desa biasa. Demikian juga dengan tokoh lainnya, seperti Mak Pekok memerankan pengembala sapi, masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat), dan penolong. Tokoh Etek Muna memerankan peran masyarakat desa biasa, dan ibu. Kak Tena memerankan peran masyarakat desa biasa. Datuak Penghulu memerankan peran masyarakat desa biasa dan pemilik sapi. Ibu memerankan peran masyarakat biasa dan ibu dari tokoh Aku. Angah Limah memerankan peran masyarakat biasa. Orang kampung memerankan peran masyarakat desa biasa.
Dengan demikian, sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus. Dalam hal penyelidikan permasalahan harus dilihat dari sudut peran. Permasalahan yang akan terlihat apabila peran yang satu di hubungkan dengan peran lainnya. Beberapa peran yang diperankan tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan atau dikelompokkan menjadi (a) masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat), (b) anak dan ibu, (c) pengembala sapi dan pemilik sapi, dan (d) perantau dan masyarakat setempat.
Pengelompokan hubungan peran-peran dapat dipandang sebagai topik-topik yang dibicarakan oleh pengarang dalam karyanya. Terdapat lima permasalahan yang dapat dirumuskan melalui konflik-konflik tokoh yang diperankannya.
Topik (a) masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat) didukung oleh Etek Muna sebagai masyarakat desa, Kak Tena sebagai masyarakat desa, Datuak Penghulu sebagai masyarakat desa, Angah Limah, sebagai masyarakat desa, orang kampung sebagai masyarakat desa, dan Mak Pekok sebagai masyarakat desa yang memiliki kekurangan (cacat). 
Topik (b) anak dan ibu didukung oleh tokoh aku sebagai anak dan tokoh ibu sebagai ibu dari tokoh aku. Namun hubungan antara anak dan ibu ini tidak memiliki konflik. 
Topik (c) pengembala sapi dan pemilik sapi hanya didukung oleh dua tokoh Mak Pekok sebagai pengembala sapi dan Datuk Penghulu sebagai pemilik sapi. Pada hubungan antar peran ini juga tidak terdapat konflik yang dituliskan pengarang antara Mak Pekok dan Datuk Penghulu.
Topik (d) perantau dan masyarakat setempat didukung oleh tokoh aku sebagai perantau yang baru kembali dari rantau dan Mak Pekok, Etek Muna, Kak Tena, Datuak Penghulu, Angah Limah sebagai masyarakat setempat.
Dari lima topik di atas, ternyata topik masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat) (topik a) yang didukung banyak tokoh. Dengan demikian, pada topik hubungan masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat) inilah terletak permasalahan utama cerpen “Mak Pekok”, sedangkan topik-topik lain merupakan topik penunjang permasalahan hubungan masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat).

PERMASALAHAN CERPEN SECARA NORMATIF

Dalam sistem sosial budaya Minangkabau di kenal pepatah :

raso jo pareso

Pepatah tersebut menjadi prinsip yang sangat diperhatikan dalam kehidupan minang. Raso jo pareso adalah frase minang tentang kebijakan dalam berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Raso jo pareso berarti “rasa dan periksa”, rasa di sini adalah perasaan. Raso jo pareso bermakna sebagai masyarakat yang hidup berdampingan harus menggunakan perasaan ketika berbicara dan berbuat agar orang lain tidak tersinggung. Prinsip raso jo pareso lah yang mengaturnya. 
Dengan demikian, kita hidup bermasyarakat seharusnya saling menghargai dan menghormati bukan menghargai yang serba berkecukupan tetapi juga yang memiliki kekurangan. Selama ini, telah dikenal bergaul dengan kaum yang tidak sama dengan masyakat umumnya, yaitu kaum disabilitas. Tanpa disadari sebagian orang menganggapmereka sebagai orang cacat yang mesti diperlakukan berbeda. Padahal agama dan adat khususnya adat Minangkabau untuk mengajarkan membeda-bedakan sikap terhadap sesama. 
Manusia berasal dari sumber yang sama dan tercipta tanpa pernah memintahnya. Semua realitas yang ada dalam kehidupan telah di atur oleh Allah Swt. Orang yang dihargai dan diakui keberadaannya pasti akan lebih bersemangat dalam kehidupannya. Sementara kaum yang dikucilkan akan merasa rendah diri hingga putus asa.
Oleh karena itu, cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghargai mereka serta memberi semangat agar kehidupannya lebih berarti. Jangan sampai melukai dengan ungkapan yang akan membuat mereka kehilangan semangat dan harapan di kehidupannya.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA FIKTIF

Dalam cerpen “Mak Pekok” tokoh yang berperan sebagai masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat) sekaligus pengembala sapi adalah Mak Pekok. Ia berperan sebagai masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat) dalam hubungannya dengan orang-orang kampung. Ia seorang pengembala sapi milik Datuk Penghulu yang hasilnya dibagi dua. Sementara masyarakat desa biasa merupakan tetangga Mak Pekok yang selalu penasaran dengan kehidupan Mak Pekok, sehingga seorang anak tetangga mendapati Mak Pekok sedang menyetubuhi sapi peliaharaannya. 
Tokoh Mak Pekok merupakan sosok yang baik. Pondok miliknya yang sekaligus kandang sapi adalah tempat bermain anak-anak dan tokoh aku di masa kecilnya. Mak Pekok selalu memberikan cerita ketika anak-anak tersebut mendatangi pondok, sehingga mereka senang untuk datang kembali setiap harinya. 

Aku ingat di situ dulu ada pondok. Pondok Mak Pekok. Di pondok itu juga beberapa ekor sapi berkandang. Sapi milik Datuk Penghulu yang digembalakan Mak Pekok dengan sistem bagi hasil. Dan pondok itu tak ada lagi.

Aku terkenang masa kanak-kanakku. Pondok itu di siang hari kosong. Kami sering bermain-main di sana. Kalau ibu merasa kehilangan aku, selamanya ibu mencari ke sana. Kalau malam sudah datang, dunia kami menjadi tempat peraduan sapi. Mak Pekok tidur di singgarsananya pada petak tinggi dari lantai.
Tokoh Mak Pekok memiliki dunianya sendiri, melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Namun, Mak Pekok merupakan pribadi yang suka menolong. Ia senang apabila sekitarnya merasa senang termasuk sapi peliharaannya.

Dunia Mak Pekok adalah dunia sesenang hatinya. Karenanya dia amat menghargai kemerdekaannya sebagai orang seorang. Sapi dan anak-anak adalah adalah tajuk kesenangannya. Dia akan senang kalau anak-anak itu semua senang. Dia pun senang kalu sapi-sapi itu senang. Dia juga akan senang apabila menolong orang. Terutama untuk anak-anak dia senantiasa punya waktu untuk menyenangkan hati mereka.
Meskipun Mak Pekok memiliki kekurangan fisik yang berjalan dengan punggung kaki, tetapi Mak Pekok merupakan seorang panutan bagi tokoh aku.

Aku kagum dan salut pada sikap Mak Pekok. Aku pun akan seperti Mak Pekok. Kembali terbayang segala yang aku alami bersamanya. Caranya berjalan dengan punggung kaki. Caranya meniup seruling. Caranya bercerita atau membagi singkong bakar kepada kami. Sesudut hatiku bertanya, kenapa orang seperti itu harus mati karena lapar dan tidak seorang pun tahu, sehingga tubuhnya membusuk.
Kebaikan hati Mak Pekok juga terselip keminderan diri karena kekurangan yang dimilikinya. Ia tidak bisa berbuat layaknya manusia lain. Kemurungan ini mengakibatkan dirinya hidup tanpa harus ada kehadiran orang lain. Kemudian, sikap antisosial sosial yang dimiliki oleh Mak Pekok timbul akibat kemurungan dirinya tersebut. Meskipun begitu, Mak Pekok tetap bisa bersikap baik saat bertemu dengan orang lain. 
Akan tetapi, ketika seorang anak mendapati Mak Pekok sedang menyetubuhi sapi peliharaannya menjadikan masyarakat lebih memandang Mak Pekok sebelah mata.

”Ya. Sulit aku mengatakannya kepadamu. Anak-anak itu, ya anak-anak itu memergoki Mak Pekok, ah, bagaimana aku harus mengatakannya,” kata Angah Limah terbata-bata. Lalu melanjutkannya. “Ya, anak-anak memergoki Mak Pekok sedang... sedang, ya, sedang menjantani sapi itu.”
Rasa penasaran tetangganya itu telah merusak hubungan baik dalam kehidupan Mak Pekok. Semenjak kejadian itu, ia selalu mendapat celaan dan hinaan dari masyarakat desa. Ia semakin dikucilkan karena menurut mereka perbuatan Mak Pekok telah mempermalukan kampung. 

”Sapi itulah yang menjadi sumber celaka. Sejak itu orang menghinanya. Orang tidak mau menegurnya. Mengucilkannya. Orang seperti mau mengusirnya dari Bumi ini, kerena perbuatannya membuat malu kampung kita. Menjadikan kampung kita sial. Terkutuk” tutur Angah Limah.

Hingga akhirnya, Mak Pekok semakin menutup diri dari lingkungan masayarakat hingga akhir hayatnya. Ia meninggal dunia tanpa tahu penyebab kematiannya.

”Tidak ada yang tahu, apa penyebab dia mati. Itulah yang tidak wajar. Karena setiap orang selalu tahu penyebab kematian seseorang,” kata Angah Limah.

Dari gambaran bebrapa kutipan di atas, terlihat ketidakharmonisan hubungan antara masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat) dengan masyarakat desa biasa. Ketidakharmonisan tersebut disebabkan oleh rasa penasaran masyarakat desa terhadap kehidupan Mak Pekok yang merupakan warga desa yang memiliki kekurangan fisik sekaligus pengembala sapi. Rasa penasaran tersebut akhirnya menjadi kebencian dan hinaan terhadap Mak Pekok. Hal tersebut terjadi karena seorang anak tetangga mendapati Mak Pekok menyetubuhi sapi peliharaannya. Akibatnya, Mak Pekok semakin menutup diri dari lingkungan mayarakat. Hingga akhir hayatnya cacian dan hinaan selalu menghampiri Mak Pekok.

Namun, dalam cerpen “Mak Pekok” terlihat hubungan harmonis antara masyrakat desa biasa dengan masyarakat desa yang tidak sempurna (cacat), yakni antara tokoh Aku dengan tokoh Mak Pekok. Tokoh Aku dalam cerpen “Mak Pekok” di masa kecilnya selalu menghabisakan waktu bersama teman sebaya di pondok Mak Pekok. Mereka mendapat perlakuan yang baik oleh Mak Pekok. Sesekali disuguhi ubi bakar disela cerita yang disampaikan Mak Pekok untuk menghibur anak-anak. Mak Pekok senang apabila anak-anak senang. Mak pekok selalu punya waktu untuk menyenangkan hati tokoh Aku dan anak-anak di desa. Setelah dewasa, tokoh Aku menjadikan Mak Pekok panutan karena kegigihan dan sikap merdeka dengan kemauan sendiri tanpa boleh seorang pun memerintahnya.

”ketika aku telah berangkat dewasa dunia Mak Pekok tidak lagi menarik hariku. Setelah putus hubungan kami, Mak Pekok tidak kehilangan apa pun. Karena sesudah kami, menyusul anak-anak di bawah kami. Aku pun tidak merasa apa-apa oleh putusnya hubungan itu, meski kadang-kadang aku terkenang juga masa kecilku yang indak bersama Mak Pekok.”

Berdasarkan berbagai kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam cerpen “Mak Pekok” terdapat hubungan yang tidak harmonis antara masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang tidak sempurna (atau cacat). Namun, terdapat juga hubungan masyarakat desa biasa dan masyarakat desa yang memiliki kekurangan (cacat) yang harmonis, yaitu hubungan antara tokoh Aku dan tokoh Mak Pekok. Akan tetapi, di dalam cerpen “Mak Pekok” ini hubungan yang tidak harmonis lah yang lebih dominan diceritakan oleh pengarang.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA OBJEKTIF

Untuk mendapatkan data-data yang objektif, perlu dilakukan observasi lapangan terhadap perilaku sosial anggota masyarakat Minangkabau tersebut. Situasi umum mengenai Hubungan antar masyarakat yang tidak harmonis sudah biasa terjadi di lingkungan bermasyarakat. Hubungan masyarakat yang tidak harmonis ini juga termasuk antara masyarakat desa biasa dengan masyarakat desa yang memiliki kekurangan (cacat). Tidak dipungkiri setiap individu yang tidak sempurna cenderung lebih menutup diri dengan lingkungan sekitarnya. 

Masyarakat yang tidak sempurna (cacat) tersebut kebanyakan menutup diri karena keadaannya yang tidak sama dengan masyarakat pada umumnya. Mereka cenderung rendah diri jika tidak ada yang memberikan dukungan kepadanya. Masyarakat memiliki pandangan bahwa cacat merupakan aib, sehingga masyarakat cenderung menjauhi orang-orang yang memiliki kekurangan tersebut. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi di lingkungan masyarakat Minangkabau. Penyandang cacat sering mendapatkan perlakuan diskriminasi seperti dalam bidang pekerjaan. Mereka berasumsi seorang penyandang cacat tidak akan mampu melakukan pekerjaan seefektif karyawan lain yang bukan cacat. Seseorang akan langsung ditolak menjadi pelamar kerja jika memiliki kekurangan fisik.

Oleh karena itu, kebanyakan individu yang memiliki kekurangan (cacat) lebih memilki keminderan diri, tidak bisa berbuat apa pun layaknya manusia lain. Akibatnya, timbul lah kemurungan diri karena tidak bisa memainkan peranan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian, kekurangan fisik yang dimiliki akan berimbas kepada cacat psikis. 

Data-data tersebut didapatkan dari hasil observasi dalam kehidupan sosial bermasyatrakat sehari-hari. Hal tersebut sudah banyak terjadi dalam kehidupan kita, dan bahkan ada diantara kita yang pernah mengalaminya sendiri.  Adapun penyebab terjadinya hubungan tidak harmonis antara masyarakat yang memiliki kekurangan (cacat) dengan masyarakat desa biasa, yaitu (a) adanya rasa tidak percaya diri penyandang cacat untuk melakukan kegiatan sehari-hari layaknya manusia biasa dan (b) masih kurangnya dukungan dari lingkungan khusunya masyarakat kepada penyandang cacat tersebut.

INTERPRETASI DATA

Karya sastra merupakan suatu keindahan tanpa definisi yang jelas tentang keindahan itu sendiri. Sebuah karya sastra harus menggambarkan idealisme masyarakatnya sekaligus memperkenalkan realitas sosial masyarakatnya. Idealisme hubungan antara masyarakat desa yang memiliki kekurangan (cacat) dan masyarakat desa biasa dalam cerpen “Mak Pekok” memiliki hubungan yang tidak harmonis. Hal tersebut terlihat ketika Mak Pekok kedapatan sedang menyetubuhi sapi peliharaannya. Sebenarnya Mak Pekok melakukan itu karena adanya keminderan diri untuk untuk mendekati lawan jenis untuk dinikahi. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya dukungan dari masyarakat untuk Mak Pekok. Mayarakat lebih mementingkan diri sendiri tanpa peduli dengan masyarakat lain yang memiliki kekurangan seperti Mak Pekok.

Setelah kejadian tersebut, hubungan tidak harmonis itu semakin terlihat. Mak Pekok semakin menutup diri yang sebelumnya karena kekurangan yang ia miliki, tetapi sekarang ditambah lagi cacian dan hinaan oleh masyarakat di desa. hingga akhir hayatnya Mak Pekok tidak mendapat perhatian dari lingkungan masyarakat setempat karena kematiannya pun baru diketahui beberapa hari kemudian.

Cerpen “Mak Pekok” mempunyai hubungan dengan dunia idealisme masyarakat Minangkabau. Masyarakat yang memiliki kekurangan (cacat) merupakan manusia yang hak yang sama dengan masyarakat desa biasa. Hanya saja mereka membutuhkan dukungan psikis yang lebih agar terhindar dari keminderan diri yang bisa saja berakibat fatal seperti yang dialami oleh tokoh Mak Pekok.

SIMPULAN

Berdasarkan data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kerelevanan antara cerpen si Padang dengan realitas sosial  budaya Minangkabau cukup terlihat, baik secara idealisme maupun secara objektif. Cerpen “Mak Pekok” ini merupakan cerpen yang mengungkapkan realitas sosial budaya masyarakat Minangkabau saat ini. Melalui cerpen “Mak Pekok” ini A.A. Navis ini menunjukkan bahwa cerita berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat saat sekarang ini. Kajian A.A. Navis mengenai cerpen “Mak Pekok” membuktikan bahwa cerita yang ditulisnya memperlihatkan masalah realitas sosial masyarakat serta  hubungan sosial masyarakat  khususnya daerah Minangkabau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar