Rabu, 11 Juli 2018

Analisis Sosiologis Cerpen MENANTI KELAHIRAN (Karya AA Navis)

Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen MENANTI KELAHIRAN Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan dibahas secara mendalam yaitu, Penentuan Latar Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen Secara Objektif, dan Interpretasi Data. Langsung saja simak bahasan di bawah ini! Selamat membaca!

www.bahasbahasaa.blogspot.com


PENENTUAN LATAR

Cerpen “Menanti Kelahiran” mengungkapkan kehidupan masyarakat setelah menikah. Seperti kutipan berikut.

“Pada bulan Maret itu malam lambat datangnya. Sinar matahari sore melantuni bayangan hitam panjang-panjang arah ke timur. Seorang perempuan muda terlindung oleh palem di pot dari sinar yang cerah itu. Dari tadi dia duduk-duduk bersama suaminya di teras, sebagaimana biasanya dilakukannya bila sore indah. Mereka sama membisu oleh keasyikan masing-masing. Tadinya dia menjahit. Sedang suaminya membaca koran. Tapi kini dia mengalai lena pada kursi rotannya”. ( paragraf 1 )

“Tahu ia apa yang kuingat sekarang,” pikir perempuan itu. Selamanya ia dengan bacaanya. Mengapa ia tak menanyakan apa yang kujahit? Memangnya laki-laki selamanya tidak peduli pada istrinya yang dalam keadaan seperti aku ini”. ( paragraf 2)

“... laki-laki itu banyak main gila dengan perempuan lain di kala istrinya sedang mengandung”. ( paragraf 3 )

“... Tapi ada sesuatu yang tidak dipahaminya, masih juga dia menjadi begitu benci kepada suaminya itu. Apa saja yang dilakukan suaminya, selalu tak sedap dalam pandangannya. Dia merasa perasaannya begitu aneh. Padahal sebelum mereka kawin, beberapa tahun yang lalu, dia merasa gila kalau tidak berjumpa dengan laki-laki itu sekali sehari”.

Kata atau kalimat yang menunjukkan kehidupan masyarakat setelah menikah adalah “Dari tadi dia duduk-duduk bersama suaminya di teras, sebagaimana biasanya dilakukannya bila sore indah”. Pada kalimat ini nampak jelas bahwa kehidupan masyarakat setelah menikah adalah bersama suaminya dengan melakukan berbagai kegiatan. 

Melalui latar tempat, waktu dan suasana dalam cerpen ini dapat disimpulkan bahwa cerpen “Menantikan Kelahiran” berbicara tentang perubahan perilaku tokoh setelah menikah dan dalam menantikan kelahiran buah hati.

PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTAR PERAN 

Pada cerpen “Menantikan Kelahiran”, seorang tokoh minimal memerankan dua peran. Tokoh Lena, memerankan peran istri, anak, dan ibu rumah tangga, majikan, si kaya. Tokoh Haris, memerankan peran suami, majikan, si kaya. Aisha, memerankan peran pembantu, ibu, istri, si miskin. 

Dengan demikian, sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus. Beberapa peran yang diperankan tokoh-tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan menjadi (a) istri dan suami, (b) anak dan orang tua (ayah dan ibu), (c) majikan dan pembantu, (d) si kaya dan si miskin.

Pengelompokan hubungan peran-peran tersebut sekaligus dapat dipandang sebagai topik-topik yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topik-topik ini membantu peneliti untuk menemukan lebih jauh permasalahan-permasalahan yang terdapat pada karya sastra. Berdapsarkan hubungan peran diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dibahas, yaitu

Pada topik istri dan suami, terdapat konflik ketidak percayaan dan bencinya  Lena terhadap Haris suaminya sendiri. Terdapat pada kutipan 

“Laki-laki itu banyaj main gila dengan perempuan lain di kala istrinya sedang mengandung”. (paragraf 3)

“Tapi ada sesuatu yang tidak dipahaminya, masih juga dia tak mengerti: kenpa di saat akhir-akhir ini dia menjadi begitu benci kepada suaminya”. (paragraf 4)

Juga terdapat konflik tidak pedulinya Haris kepada Lena yang membuat Lena marah kepadanya, terdapat pada kutipan “... Selamanya ia dengan bacaannya. Mengapa ia tak menanyakan apa yang kujahit? Memang laki-laki selamanya tidak peduli pada istri yang dalam keadaan seperti aku ini”. (paragraf 2)

“Ris, serunya setengah berteriak. Tidak kau dengar kataku?. Mmm, laki-laki itu menyahut, sedang matanya tidak beralih dari koran di tangannya.” 

“Hati perempuan itu sakit benar jadinya. Dengan kata-kata tajam dia berkata lagi. “Ke mana? Ke mana, katamu? Kalau dulu, kaulah yang selalu mengajak aku. Kau yang menentukan ke mana kita mau pergi. Tapi kini sesudah aku begini, mengapa kau tak mengajak aku lagi?” 

“Tak baik marah-marah, Len. Ingatlah akan anak kita yang dalam kandunganmu itu”. 

Pada topik anak dan orang tua tidak terdapat konflik karena dalam cerpen ini Lena selalu mengingat dan mendengarkan nasihat dari ibunya. 

Pada topik majikan dan pembantu juga tidak terlalu banyak terjadi konflik. Didukung oleh tokoh Lena dan Haris sebagai majikan dan Aisah sebagai pembantu. Konflik pada topik ini adalah ketidak percayaan majikan meninggalkan rumah dengan pembantunya, terdapat pada kutipan “Tidak. Aku tidak memerlukan babu, katanya tegas kepada perempuan yang dari tadi menunggu jawabannya”. 

“Berdasarkan pengalaman, mereka meninggalkan rumah dengan hati-hati juga. Semua pintu dikunci. Termasuk pintu kamar dan semua kunci mereka bawa. Tersimpan dalam tasnya...”

“Tapi tiba-tiba Lena ingat, bahwa mereka selama ini sudah tertipu mentah-mentah... dan di rumahnya, kini sedang ada komplotan penipu itu”.  

Pada topik ini tokoh Haris tidak beagitu berperan dan dianggap tidaklah dapat mendukung topik ini. Yang berperan banyak dalam topik ini adalah Lena istri dari Haris yang selalu mengawasi pembantunya.

Topik selanjutnya adalah topik si kaya dan si miskin yang didukung oleh tokoh Lena dan Haris sebagai orang kaya dan Aisah sebagai orang miskin yang meminta pekerjaan sebagai pembantu kepad Lena di rumahnya, terdapat pada kutipan “... Nyonya, kami dengar nyonya perlu babu.”.“Nyonya. Kalau nyonya tidak kasihan kepadaku, kasihanilah bayi ini, Nyonya. Dia tidak berayah lagi, Nyonya. Sudah mati dibunuh gerombolan , kata perempuan itu lagi dengan gigihnya meminta belas kasihan”. 

Pada empat topik yang terdapat dalam cerpen ini, topik istri dan suami yang banyak didukung oleh tokoh. Dengan demikian pada topik hubungan  istri dan suami terletak permasalahan utama cerpen “Menanti Kelahiaran”, sedangkan topik-topik yang lain merupakan permasalahan penunjang, persentuhan pada tokoh-tokoh pada cerpen ini harus ditempatkan sebagai pendukung permasalahan antara istri dan suami.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA NORMATIF

Dalam kehidupan masayarakat, suami adalah seorang laki-laki yang sudah menikah dan menjadi pemimpin dalam rumah tangga serta mengayomi atau menjadi pendamping perempuan yang telah dinikahinya, dan juga manjadi tulang punggung keluarga. Suami mempunyai kewajiban menasehati istri dan mengajarkan istrinya ke jalan yang lebih baik dan juga menjaga atau melindungi dari berbagai hal yang mengancamnya. Istri adalah perempuan yang telah menikah dan mempunyai suami atau pendamping hidup selain orang tuanya serta menjadi ibu rumah tangga, melayani suaminya.

Hubungan atau kehidupan suami dengan istri disahkan oleh agama dan juga hukum dengan melakukan pernikahan yang sah. Suami mempunyai kewajiban untuk menafkahi dan melindungi istrinya yang terdapat di dalam uu no. 1 tahun 1974.  Begitu juga dengan agama juga diatur tentang kewajiban suami kepada istrinya.

Dari ketentuan itu jelaslah di dalam kehidupan rumah tangga istri dipimpin oleh suaminya. Buruk atau baiknya seorang istri tergantung kepada suaminya. Antara suami dan istri terdapat hubungan yang harmonis saling memberi dan menerima, ada pembagian tugas dan tanggung jawab. Adanya toleransi dan saling kasih dan menyayangi. Seorang istri pun juga harus patuh kepada aturan suami karena suami adalah pengganti dari ayahnya yang menjadi pemimpin dalam kehidupan berumah tangganya.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA FIKTIF

Dalam cerpen “Menanti Kelahiran” tokoh lelaki yang berperan sebagai suami sekaligus calon ayah dan majikan adalah Haris. Ia berperan sebagai suami dalam hubungannya dengan tokoh Lena. Ia berperan sebagai calon ayah dalam hubungannya dengan bayi yang dikandung oleh tokoh Lena, dan ia juga berperan sebagai majikan dalam hubungannya dengan tokoh Aisha.

Haris adalah seorang tokoh yang ramah, tidak suka keluyuran, dan pendiam. Sementara Lena adalah sosok perempuan yang cerewet, peragu dan bimbang, penakut, dan juga tidak mudah percaya pada orang. Ketika saat itu Lena sedang hamil muda anak dari Haris. Pikirannya selalu dihantui dengan hal-hal yang buruk tentang suaminya, bahkan dia tidak percaya dan benci dengan apa yang dilakukan oleh suaminya. Terdapat pada kutipan berikut:

“Lalu dia ingat pada beberapa kejadian di sekitarnya, seperti yang ia dengar dari kawan-kawannya. Laki-laki itu banyak main gila dengan perempuan lain di kala istrinya sedang mengandung”. 

“Tapi cepat-cepat dia terkejut oleh pikirannya itu. Menyesal dia telah mengangankan niat yang sampai sekian jauhnya. Dicobanya menjinakkan lamunannya dengan pikiran yang baik-baik tentang suaminya. Tapi ada sesuatu yang tidak dipahaminya, masih juga dia tak mengerti: kenapa di saat akhir-akhir ini dia menjadi begitu benci kepada suaminya itu. Apa saja yang dilakukan suaminya, selalu tak sedap dalam pandangannya. Dia merasa perasaannya begitu aneh. Padahal mereka kawin, beberapa tahun yang lalu, dia merasa gila kalau tidak berjumpa dengan laki-laki itu sekali sehari”.

Lena mencoba mengajak suaminya berbicara, tapi suaminya tidak menghiraukan dia. Haris hanya asik dengan bacaannya tanpa mempedulikan apa kata istrinya. Terdapat pada kutipan berikut:

“Dan dia ingat lagi kepada suaminya. Tapi laki-laki itu masih asyik juga dengan korannya. Dongkol benar dia jadinya”.

“Ris,” serunya setengah berteriak. “Tidak kau dengaer kataku?”

“Mmm,” laki-laki itu menyahut, sedang matanya tidak beralih dari koran di tanganya.

“Aku katakan: bila aku akan diajak lagi?” katanya dengan napas yang sesak. 

“Ke mana?”

Lena tidak bisa menahan emosinya dan marah terhadap perlakuan Haris padanya. Terdapat pada kutipan 

“Sebenarnya ia ingin bertengkar. Dia lirik laki-laki itu. Tapi laki-laki itu masih juga seperti tadi. Membaca korannya.”

“Tak kau dengar aku?” teriaknya lagi.

“Ya. Ke mana kau mau pergi, Len?”

“Ke mana aku mau pergi, tanyamu? Kalau itu yang kautanyakan, baik. Aku jawab begini. Antarkan saja aku pulang ke rumah orang tuaku.”

“Laki-laki itu meletakkan koran di pangkuannya. Dan matanya tercengang melihat istrinya. “Len,” serunya”.

“Sudah bosn kau padaku. Katakanlah begitu,” kata perempuan itu sambil menegakkan duduknya dan memandang suaminya dengan mata yang menantang. Dia benar-benar mau bertengakar sekarang. Dia ingin reaksi keras suaminya. Tapi laki-laki itu seperti tak peduli. Ia memalingkan pandangannya ke korangnya lagi”.

Haris berusaha menenangkan istrinya dengan santai tanpa memberiakan perlawanan tentang ucapan yang dilontarkan oleh Lena kepadanya. Terdapat pada kutipan berikut

“Bagaimana kita bisa pergi, kalau yang jaga rumah tidak ada?” kata laki-laki itu kemudian.

“Alaaah kau. Kau selamanya memakai alasan itu-itu saja,” balasnya. Dan kini napasnya kencang dirasakannya.

“Tak baik marah-marah, Len. Ingatlah akan anak kita yang dalam kandunganmu itu.”

“Anak kita? Ooo, ada juga kau memikirkannya? Ada juga kau ingat padanya. Tapi ada kau menanyakan apa-apa yang diperluakan buat menyambut kedatangannya? Tidak. Tidak. Kau tak pernah bertanya. Kau selamanya tidak peduli. Kenapa? Karena kau sudah bosan padaku. ....”

Dari gambaran beberapa kutipan cerpen di atas, terlihat ketidak harmonisan hubungan antara suami dan istri dalam cerpen “Menanti Kelahiran”. Ketidakharmonisan itu terjadi ketika Lena hamil muda. Dia tidak mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya, suaminya tidak peduli dengan apa yang diinginkannya dan dilakukannya. Hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Sampai Lena berfikiran buruk tentang suaminya tersebut. 

Namun dalam cerpen ini terlihat pula adanya hubungan yang harmonis antara hubungan suami dan istri tersebut ketika Lena bisa bertindak sendiri tanpa berkompromi terlebih dahulu kepda suaminya dalam menerima seorang pembantu tanpa ragu dan bimbang. Terdapat pada kutipan berikut

“Ketika Haris, suaminya, pulang dari kantor, alangkah tercegangnya dia melihat perubahan Lena yang telah mampu bertindak sendiri. Lena merasa geli melihat betapa takjub suaminya kepadanya. Dan betapa senang hatinya, ketika Haris mencium keningnya seraya berkata: “Aku memang sudah duga juga, kau betul-betul telah siap jadi seorang ibu”.

Ketika saat itulah keharmonisan rumah tangga mereka kembali lagi sampai anak laki-laki mereka lahir dengan selamat walaupun belum waktunya lahir. Haris mengajak Lena pergi keluar dan bersenang-senang setelah lama tidak melakukan kegiatan di luar rumah. terdapat pada kutipan berikut

“Ke mana sajalah. Tukarlah pakaianmu dulu. Kalau film bagus kita nonton,” kata suaminya.”

“Sudah lama benar mereka tidak keluar malam bersama-sama. Banyak benar sebab alasannya. Sejak kehamilannya, sesungguhnya ia kurang bergairah keluar dari rumahnya. Lebih-lebih keluar bersama suaminya.”

“Waktu itu ia benar-benar merasakan Haris adalah suaminya yang ideal, seperti yang diharapkannya dulu. Ia merasa aneh pada dirinya sendiri, yang tiba-tiba saja merasa senang pada Haris, suaminya. Padahal selama ini ia begitu benci, muak, hingga ia menjadi cerewet dan suka marah-marah bila ada suaminya di rumah. ia merasa malu dan menyesal seklai bila dia ingat betapa kata-katanya tadi sore. Namun hatiya ditenang-tenangkannya, dengan meyakinkan bahwa Haris tentu maklum pada kondisi istrinya...”

“Dalam antara kenangan pada masa lalu, di bawah sinar bulan, dalam gandengan tangan laki-laki yang dicintainya, terasa oleh Lena, bahwa hidup ini memang indah sekali. Lalu dieratkannya pegangannya ke tangan suaminya. Di saat itu dia tidak ingat pada anak dalam kandungannya. Yang dia ingat rasa bahagia di samping Haris, suaminya”.

Di saat mereka menikmati kenangan yang sudah lama hilang dan kembali lagi, mereka melihat anak pembantu yang berpura-pura bisu yang tinggal di rumahnya di sekumpulan anak-anak dan tukang-tukang becak bersukaan.  Di saat itu Lena jatuh pingsan tidak sadarkan diri dan setelah membuka matanya dia melihat seorang bayi laki-laki dengan pakaian warna hijau muda yang persis diinginkannya. Dia menangis dan merintih melihat anaknya lahir tidak sempurna bulannya. Terdapat pada kutipan.

“Kemudian ia tak dapat melihat sesuatu yang di depan matanya lagi. Bahkan ia tidak sadarkan dirinya, ketika ia terbaring di kelilingi banyak orang yang mengerumininya...”

“Lena ingat segala-galanya lagi. Anaknya telah lahir kemarin. Anaknya itu laki-laki. Jadi persis seperti yang diinginkannya. Persis seperti warna hijau muda pada pakaian dan perlengkapan bayi yang dijahitnya sendiri, warna yang sesuai untuk bayi laki-laki. Tapi kelahiran bayinya itu tidak sempurna bulannya. Bayinya itu dalam pertumbuhannya juga tidak akan sempurna, seperti pertumbuhan bayi yang lahir normal. Lalu dia menangis dan merintig di dalam hatinya, satu-satunya cara yang dia punyai untuk mengobati hatinya yang luka. Dan suara rintihan itu kedengaran begitu nyata pada telinganya”.

Dengan demikian ada dua tipe hubungan suami dan istri dalam cerpen “Menanti Kelahiran”, yaitu tipe hubungan yang harmonis dan tipe hubungan yang tidak harmonis. Di dalam cerpen ini kedua tipe ini saling berhubungan dan saling berkaitan. Setelah terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara suami dan istri, maka setelah itu timbulah hubungan yang harmonis kembali dengan sendirinya.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA OBJEKTIF

Untuk mendapatkan data-data objektif perlu dilakukan observasi lapangan perilaku sosial anggota masyarakat setempat terkait dengan hubungan suami dan istri dalam cerpen “Menanti Kelahiran”. Untuk kepentingan ini telah dilakukan penyebaran angket untuk menjaring dan mengetahui data sosial tentang hubungan antara suami dan istri yang berlangsung atau pun sedang berlangsung sesuai dengan masalah yang dirumuskan pada realitas fiktif. Sumber datanya diambil secara acak dari 30 orang masyarakat setempat yang memerankan hubungan suami dan istri. 

Situasi umum hubungan antara suami dan istri dewasa ini menurut responden, yang menyatakan harmonis sekali hanya 3,3%; harmonis 16,3%, biasa-biasa saja 27,2%; kurang harmonis 51,1%; dan tidak harmonis 2,1%.

Penyebab terputusnya atau tidak harmonisnya hubungan suami dan istri itu ada tiga bentuk, yakni (1) Suami tidak pernah lagi peduli kepada istrinya (39,1%); (2) Istri selalu menuntut hak yang berlebihan kepada suami (33,3%); (3) Menyangkut moral dari istri (27,6%).

Data-data di atas menunjukan bahwa keadaan hubungan suami dan istri dewasa ini berlangsung kurang harmonis. Walaupun kenyataannya menunjukkan demikian, karena pada masa ini telah banyak kejadian suaminya selingkuh dengan wanita lain atau sedang maraknya nama pelakor (perebut suami orang) pada masa sekarang ini.

INTERPRETASI DATA

Sebuah karya sastra dapat dipandang sebagai jembatan dunia normatif dengan dunia objektif. Suatu karya sastra harus mengambarkan idealisme masyarakatnya, sekaligus mengungkapkan tentang gambaran realitas sosial masyarakat tersebut. Pada cerpen “Menanti Kelahiran” ini memenuhi kriteria tersebut. Karena idealisme masyarakat setempat tentang hubungan antara suami dan istri harus berlangsung secara harmonis, ada keseimbangan antara hak dan kewajiban antara suami dan istri. Pada cerpen ini adanya hubungan suami dan istri antara tokoh Haris dengan Lena. Dalam cerpen ini dominasi penceritaan menyangkut ketidakharmonisan hubungan antara suami dan istri setelah menikah melalui tokoh Haris dan Lena.

Pada realitas objekti masyarakat setempat, keharmonisan terhadap hubungan suami dan istri hanya 16,3%, ketidak harmonisan hubungan antara suami dan istri didukung oleh responden sebanyak 53,2%. Jadi pada kenyataannya memang banyak hubungan rumah tangga suami dan istri kurang harmonis setelah menikah atau dalam proses punya anak.

Dengan diterimanya Aisha sebagai pembantu di rumahnya oleh Lena tanpa melakukan kompromi terlebih dahulu dengan suaminya dan tanpa ragu dan juga bimbang, dia bisa bertindak sendiri membuat permasalahan dengan suaminya teratasi. Berhubungan erat dengan dunia idealisme masyarakat setempat dengan hal yang mudah dapat membuat hubungan suami dan istri kembali harmonis. Oleh sebab itu, cerpen ini dapat disimpulkan sebagai karya sastra yang mengambarkan realitas sosial masyarakat setempat.

SIMPULAN

Berdasarkan data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kerelevanan antara cerpen “Menanti Kelahiran” dengan realitas sosial budaya masyarakat setempat sangatlah tinggi, baik secara idealisme maupun realitas objektif. Simpulan ini mengarahkan penilaian cerpen “Menanti Kelahiran” merupakan cerpen yang berhasil mengungkapkan realitas sosial budaya masyarakat setempat saat sekarang ini. Dalam hal ini, A.A. Navis sebagai pengarang yang lahir, dibesarkan, dan hidup dalam masyarakat Minangkabau, telah mengemukakan realitas objektif yang menjadi bagian dari dilema masyarakat sekarang ini tentang hubungan suami dan istri. 

Di dalam cerpen ini menggunakan teori Hoggart sebagai indikator tolak ukur untuk menilai cerpen ini, maka hasil kajian ini membuktikan bahwa A.A. Navis berhasil menciptakan sebuah karya sastra yang bermutu. Karena cerpen “Menanti Kelahiran” ini berkaitan dengan kondisi realitas masyarakat sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar