Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen GANTI LAPIK Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan dibahas secara mendalam yaitu, Penentuan Latar Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen Secara Objektif, dan Interpretasi Data. Langsung saja simak bahasan di bawah ini! Selamat membaca!
PENENTUAN LATAR
Cerpen “Ganti Lapik” mengungkapkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada dekade 60-an ke bawah. Ada beberapa petunjuk dari data-data struktur cerpen ini tentang hal itu, seperti kutipan berikut.
“Di beberapa rumah telah terpasang lampu minyak”.
“Di seluruh rumah telah terpasang lampu-lampu minyak. Anak-anak yang tadi masih berlari di pekarangan rumah atau di jalan-jalan, sekarang telah naik ke rumahnya masing-masing. Hiruk-pikuk mereka tak terdengar lagi. Beberapa orang laki-laki tergopoh-gopoh berjalan menuju masjid”.
Kata-kata yang menunjukkan indikasi dekade 60-an ke bawah itu adalah lampu minyak tanah. Sebab pada dekade 70-an ke atas lampu minyak tanah sudah jarang digunakan karena sudah adanya listrik. Dengan penyebutan lampu minyak tanah ini, terlihatlah pengarang ingin mengungkapkan suatu permasalahan masyarakat Minangkabau decade 60-an ke bawah.
Permasalahan masyarakat Minangkabau dekade 60-an ke bawah ini dibatasi pengarang terhadap masyarakat Minangkabau yang hidup di perkampungan. Indikasi itu terlihat dengan pengambilan latar perkampungan sebagai tempat berlangsungnya peristiwa. Namun demikian, bukan berarti tidak mempunyai kaitannya dengan masyarakat Minangkabau yang hidup di kota. Dalam hal ini, kehidupan perkampungan dilihat sebagai simbol kekentalan budaya. Oleh sebab itu, permasalahan cerpen ini berhubungan dengan budaya kawin paksa yang terdapat di Minangkabau yang diamati atau dialami pengarang.
Melalui latar tempat dan waktu pada cerpen ini, dapat disimpulkan untuk sementara bahwa cerpen “Ganti Lapik” berbicara tentang budaya kawin paksa di Minangkabau. Perilaku tokoh cerpen dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk mendapatkan data-data sebagai bukti selanjutnya.
PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTAR PERAN
Sosok pribadi dalam masyarakat Minangkabau tidak hanya memerankan satu peran saja dalam kehidupannya. Sosok pribadi itu selalu memerankan peran ganda, misalnya disamping perannya sebagai kepala keluarga, bisa juga berperan sebagai sahabat, suami atau istri, pemimpin, tokoh masyarakat, kemenakan, anak, dan lain-lain. Karya sastra sebagai pencerminan tatanan kehidupan masyarakat, akan mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita. Di dalam karya fiksi, tidak ada seorang tokoh cerita yang hanya memerankan satu peran saja. Pengarang akan memberikan berbagai peran terhadap tokoh-tokoh ceritanya.
Di dalam cerpen “Ganti Lapik”, seorang tokoh minimal memerankan dua peran. Misalnya tokoh Rahman memerankan tokoh sahabat, mantan kekasih, anak, kakak, suami, dan ayah. Demikian juga tokoh lainnya seperti Dahniar memerankan peran sahabat, mantan kekasih, janda, wanita malam, dan anak. Dul memerankan peran sahabat dan pemuda rantau. Tokoh Rosmali memerankan peran ibu, istri, dan sahabat dan menantu. Dengan demikian, sebuah peran dapat diperankan oleh tokoh sekaligus. Dalam hal penyelidikan permasalahan haruslah dilihat dari sudut peran dan bukan dari sudut tokoh. Permasalahan akan terlihat jika peran yang satu dihubungkan atau dikelompokkan menjadi (a) orangtua (ayah dan ibu) dan anak, (b) suami dan istri, (c) mertua (perempuan), menantu (perempuan), (d) mantan kekasih (laki-laki) dengan mantan kekasih (perempuan), (e) orang rantau dan orang kampung (laki-laki atau perempuan), serta (f) sahabat dengan sahabat (laki-laki atau perempuan).
Pengelompokan hubungan peran-peran tersebut sekaligus dapat dipandang sebagai topik-topik yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topik-topik ini membantu peneliti untuk menelusuri lebih jauh permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam karya sastra. Berdasarkan data-data hubungan peran di atas, setidaknya sudah ada enam kandidat permasalahan yang disinggung pengarang dalam karyanya. Keenam kandidat permasalahan itu dapat dirumuskan melalui konflik-konflik tokoh yang memerankannya. Jika terdapat peran yang tidak didukung oleh konflik, maka hubungan peran itu tidak dapat dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan.
Contohnya topik (f) sahabat dengan sahabat, yang tidak terdapat konflik antara kedua peran itu. Tidak ada konflik antara Rosmali dan Dul, begitu juga dengan tokoh Dahniar yang tidak mempunyai konflik dengan Dul. Konflik batin hanya muncul pada tokoh Rahman yang dipaksa mengawini janda kakaknya oleh ibunya dan meninggalkan Dahniar kekasih yang sangat dicintainya. Konflik batin Rahman itu dapat dipandang dalam posisinya memerankan peran seorang anak yang tidak bisa menolak kehendak orangtuanya dalam mencari jodoh. Oleh karena itu, dalam hal ini permasalahan (topik f) tidak bisa dilanjutkan sebagai permasalahan yang harus dikonfirmasikan dengan konteks sosial. Permasalahan tersebut harus ditempatkan sebagai permasalahan yang mengetengahkan perbedaan pemikiran antara orangtua dan anak (topik a).
Setelah mengikuti pola uji seperti di atas, tinggallah topik (b) suami dan istri, (d) mantan kekasih (laki-laki) dengan mantan kekasih (perempuan), dan anak dan orangtua (topik a) sebagai penyumbang permasalahan cerpen. Sementara itu, topik mertua dan menantu (topik c), dan orang rantau dan orang kampung (topik e) tidak dapat dilanjutkan sebagai penyumbang permasalahan, sebab topik-topik tersebut tidak didukung oleh konflik tokoh yang mendukung peran. Namun demikian, topik-topik itu masih berguna dalam menunjang penyelidikan. Topik-topik tersebut dapat dipandang sebagai latar tokoh atau pendukung peran.
Topik suami dan istri (topik b) didukung oleh Rahman sebagai suami dan tokoh Rosmali sebagai istri. Topik mantan kekasih dengan mantan kekasih (topik d) didukung oleh tokoh Rahman sebagai mantan kekasih Dahniar dan tokoh Dahniar sebagai mantan kekasih Rahman. Sementara itu, topik orangtua dan anak (topik a) hanya didukung oleh Ibu Rahman dan Rahman sebagai anaknya. Jikapun ada tokoh lain seperti ibu Dahniar, ternyata juga tidak mendukung topik ini. Dari ketiga topik di atas, ternyata topik orangtua dan anak (topik a) inilah yang menjadi topik permasalahan utama cerpen “Ganti Lapik”, sedangkan topik-topik lain merupakan permasalahan penunjang.
PERMASALAHAN CERPEN SECARA NORMATIF
Kedudukan orang tua, terutama seorang ibu sangat dimuliakan di Minangkabau. Hal itu disebabkan karena sistem kekerabatan yang berlaku di Minangkabau adalah sistem kekerabatan matrilineal (berdasarkan garis keturunan ibu). Oleh karena itu, anak yang lahir akibat perkawinan menjadi anggota kaum sang ibu. Karena secara kodrat alam, kelahiran makhluk di dunia ini semua mengacu pada induknya. Untuk itulah kedudukan seorang ibu sangat dimuliakan di Minangkabau. Hal ini dengan jelas terungkap pada pantun adat Minangkabau berikut.
Bundo kanduang Limpapeh rumah nan gadang
Amban paruak pagangan kunci
Amban paruak aluang bunian
Pusek jalo kumpulan tali
Sumarak di dalam kampuang
Hiasan dalam nagari
Nan gadang basa batuah
Kok hiduik tampek banasa
Kok mati tampek baniaik
Ka undang-undang ka Madinah
Ka payuang panji sarugo
Limpapeh rumah nan gadang
Sumarak dalam nagari
Hiasan di dalam kampuang
Nan tau jo malu dan sopan
Hiasan kampuang jo halaman
Langkok ka koto jo nagari
Sampai ka balai jo musajik
Panyusun sumarak rumah tanggo
Laku baiek budi baeik
malu jo sopan tinggi sakali
Baso jo basi dipakaikan
Nan gadang basa batuah
Kok hiduik tampek banasa
Kok mati tampek baniaik
Tiang kokoh budi nan elok
Pasak kunci malu jo sopan
Hiasan dunia jo akiraik
Auih tampek mintak aie
Lapa tampek mintak nasi
Elok tapian dek nan mudo
Elok kampuang dek nan tuo
Elok nagari dek panghulu
Elok musajik dek tuangku
Elok rumah dek bundo kanduang
Muluik manih kucindan murah
Baso baiak gulo di bibie
Muluik manih talempong kato
Sakali rundiang disabuik
Takana juo salamonyo
Masaklah buah kacang padi
Dibaok nak urang ka tanagah pasa
Padi nan masak batangkai-tangkai
Bundo kanduang tuladan budi
Paham usah namuah tajua
Budi nan indak amuah tagadai
Ungkapan tersebut menggambarkan kehadiran ibu sebagai bundo kanduang merupakan contoh tauladan bagi masyarakatnya, bagi kaumnya, dan bagi rumahtangganya. Pada sistem kekerabatan matrilineal ini menempatkan perkawinan menjadi urusan kerabat ibu. Hal ini didasarkan kepada falsafah minang yang menganggap bahwa manusia hidup secara bersama-sama, sehingga masalah rumah tangga menjadi urusan bersama pula. Masalah pribadi sepasang anak manusia yang akan membangun mahligai rumah tangga tidak terlepas dari pengelolaan secara bersama.
Jika dipandang dari segi kepentingan, maka kepentingan perkawinan lebih diberatkan pada pihak perempuan. Oleh karena itulah mereka menjadi pemprakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Mulai dari mencarikan jodoh, meminang, menyelenggarakan perkawinan, lalu mengurus dan menyediakan segala keperluan untuk rumah tangga sampai memikul segala yang ditimbulkan oleh perkawinan itu. Perkawinan merupakan suatu kewajiban bagi gadis atau bujangan yang telah memiliki kemampuan untuk berumahtangga. Bila ia dianggap telah dewasa, maka merupakan kewajiban dari orang tua dan ninik mamak mencarikan jodohnya.
Perkawinan ganti lapik adalah perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki atau wanita yang pasangan diantara keduanya telah meninggal dunia. Baik laki-laki maupun wanita yang akan dinikahkan itu merupakan saudara laki-laki atau saudara perempuan yang telah meninggal itu. Adapun tujuan dari perkawinan ini adalah demi keberlangsungan persaudaraan antara kerabat pasangan suami istri sebelumnya dengan anak keturunannya. Sehingga sang anak tidak merasa memiliki ayah atau ibu tiri orang lain.
Demikianlah pengaturan hubungan orangtua dan anak menurut sistem sosial masyarakat Minangkabau. Antara orangtua dan anak terdapat hubungan yang harmonis, tanpa harus merusak hubungan anak dengan mamaknya.
PERAMASALAHAN CERPEN SECARA FIKTIF
Dalam cerpen “Ganti Lapik” tokoh lelaki Minangkabau yang berperan sebagai anak sekaligus suami adalah Rahman. Ia berperan sebagai anak dalam hubungannya dengan ibunya. Ia seorang suami dalam hubungannya dengan tokoh Rosmali. Perjodohan Rahman dengan Rosmali menghadirkan dilema hubungan anak dan orangtua.
Rahman merupakan profil tokoh pemuda minang yang hidup di perkampungan. Sementara Ibu merupakan sosok wanita yang tamak akan harta. Ketika kakak Rahman meninggal dunia, ia dipaksa kawin oleh ibunya dengan janda kakaknya Rosmali, supaya harta peninggalan kakaknya tidak dikuasai oleh orang lain. Karena kakaknya sudah bersusah payah mencari harta tersebut. Seperti tertera dalam kutipan berikut:
“Aku tak kawin dengan dia. Tapi aku kawin dengan janda kakakku. Ganti lapik, kata orang.”
“Dengan Rosmali? Tanyaku terkejut.”
“Kakakku sudah mati. Meninggalkan anak dua orang. Waktu ia mati, hartanya banyak sekali, sedang Rosmali masih muda. Jadi, supaya rosmali jangan sampai kawin dengan laki-laki lain, supaya anaknya jangan sampai berayah tiri kepada orang lain, aku dipaksa kawin oleh ibuku dengan janda kakakku itu. Tapi yang dituju ibu sebenarnya, ialah supaya harta peninggalan kakakku jangan sampai dikuasai oleh orang lain. Kalau Rosmali kawin dengan orang itu. Padahal kakakku sudah berpayah-payah mencari harta, begitu menurut pendapat ibu. sudah enam tahun kami kawin. Sudah tiga orang anakku dengan dia.”
Sebenarnya Rahman tidak mau mengawini dengan janda kakaknya itu, karena disisi lain ia mencintai Dahniar kekasihnya. Tetapi ia tidak bisa menolak kehendak orangtuanya. Semua ia lakukan karena ia tidak mau memberi contoh yang tidak baik untuk adik-adiknya. Perhatikanlah pengakuan Rahman dalam kutipan berikut:
“aku sebenarnya tak mau kawin dengan janda kakakku itu. Karena selain janda kakakku, sebagaimana yang kau tahu juga, aku telah bersetuju dengan Dahniar. Tapi bagaimanalah, aku terpaksa kalah oleh kehendak keluargaku. Alasan orangtuaku tak masuk akal olehku. Tapi aku memikirkan yang lain. Memikirkan adik-adikku yang perempuan. Baiklah jadinya kalau mereka dapat memilih jodohnya sendiri yang baik. Akan tetapi kalau mereka terpilih yang salah, maka mereka akan sengsara. Kesengsaraan itu tersebab karena aku telah memberi contoh kepadanya. Contoh bagaimana menolak kehendak orangtua dalam mencari jodoh.”
Perkawinan Rahman dan Rosmali yang tidak didasarkan atas cinta itu mengakibatkan rumah tangganya tidak bahagia dengan Rosmali. Perhatikanlah kutipan berikut.
“Ah Dul, apalagi yang mesti aku lakukan, kalau aku telah menjadi korban ketamakan kaum keluargaku sendiri. Mereka takut harta kakakku jatuh ke tangan orang lain. Mereka tak suka, kakakku yang mencari dengan membanting tulang, orang lain saja yang mendapatkan buahnya. Dan kini, anak yang dua itu, telah menjadi lima. Apalagi yang harus kulakukan. Tidak ada lagi Dul. Memang tidak ada lagi, selain menjaga dan memelihara kepentingan darah dagingku, yakni anak-anakku. Berbahagia tidaknya perkawinan kami, bukan soal lagi. Yang soal sekarang ialah anak-anak.”
Dari gambaran beberapa kutipan cerpen di atas, terlihat ketidakharmonisan hubungan orangtua dan anak dalam cerpen “Ganti Lapik”. Ketidakharmonisan itu disebabkan karena orangtua memaksa anaknya menikah dengan tidak didasarkan oleh cinta, melainkan karenakan harta. Rahman menjadi korban ketamakan keluarganya sendiri.
Selain ketidakharmonisan hubungan Rahman dan ibunya, pada cerpen “Ganti Lapik” ini, juga terlihat ketidakharmonisan hubungan orangtua dan anak, yakni antara tokoh Dahniar dan orangtuanya. Dahniar juga bernasib sama dengan Rahman. Ia juga dipaksa kawin oleh orangtuanya dengan laki-laki yang tidak ia cintai. Perhatikanlah kutipan berikut ini:
Orang tuanya malu, Dahniar lekas dibawa ke kota. dan di kota ia dipaksa kawin dengan seorang laki-laki. Aku tak tahu apa pikiran Dahniar atas paksaan itu. Barangkali ia berontak dan ingin membunuh diri lagi. Barangkali juga ia tak memikirkan segala-galanya. Tak peduli kepada siapa ia hendak dikawinkan. Barangkali ia juga tak peduli akan dipaksa hidup terus atau dibiarkan mati.”
Dengan demikian hanya ada satu tipe hubungan orangtua dan anak dalam cerpen “Ganti Lapik”, yakni hubungan yang tidak harmonis. Hubungan yang tidak harmonis ini mendapatkan tempat yang paling dominan dalam cerpen ini.
PERMASALAHAN CERPEN SECARA OBJEKTIF
Untuk mendapatkan data-data objektif perlu dilakukan observasi lapangan terhadap perilaku sosial anggota masyarakat Minangkabau tersebut. Situasi umum mengenai hubungan antara ibu dan anak tersebut sampai saat ini cukup baik.
Data-data tersebut didapatkan dari hasil observasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat sehari-hari. Hal tersebut sudah banyak terjadi dalam kehidupan kita, dan bahkan ada diantara kita yang pernah mengalaminya sendiri. Penyebab putusnya tali hubungan antara ibu kandung dan anak kandung seperti permasalahan di atas disebabkan oleh beberapa faktor, (1) orangtua angkat yang tidak memberikan arahan dan penjelasan yang sebenarnya, (2) orangtua angkat yang ingin anak yang sudah dianggapnya sendiri sebagai anak kandungnya itu diserahkan kembali kepada ibu kandungnya, dan (3) anak tersebut memendam rasa kecewa dan benci terhadap perlakuan ibu kandungnya. Dari hasil observasi tersebut cukup memberikan gambaran tentang hubungan orangtua dan anak dewasa ini. Data-data itu menunjukkan bahwa keadaan hubungan orang tua dan anak dewasa ini berlangsung harmonis.
INTERPRETASI DATA
Sebuah karya sastra dapat dipandang sebagai jembatan dunia normatif dengan dunia objektif. Karya sastra harus menggambarkan idealisme masyarakatnya, sekaligus mengungkapkan gambaran realitas sosial masyarakatnya. Cerpen “Ganti Lapik” ditinjau dari kacamata ini, memenuhi kriteria itu. Idealisme masyarakat Minangkabau tentang hubungan orangtua dan anak berlangsung secara harmonis. Ada kesimbangan tugas dan tanggung jawab, keseimbangan antara hak dan kewajiban orangtua dan anak. Namun, keharmonisan antara orangtua dan anak dalam cerpen ini tidaklah mendominasi penceritaan. Dominasi penceritaan menyangkut ketidakharmonisan hubungan orangtua dan anak melalui tokoh Ibu Rahman dan Rahman. Sungguhpun begitu, ternyata ketidakharmonisan ini berkaitan dengan realitas objektif.
Perjodohan Rahman dengan Rosmali janda kakaknya oleh orangtuanya semata-mata bertujuan untuk menyelamatkan harta peninggalan kakaknya yang telah meninggal tersebut, agar tidak dikuasai oleh orang lain. Hal ini berkaitan erat dengan realitas objektif masyarakat Minangkabau. Oleh sebab itu, cerpen “Ganti Lapik” dapat disimpulkan sebagai karya sastra yang menggambarkan realitas sosial masyarakat Minangkabau. Banyak data konkret lainnya dalam cerpen “Ganti Lapik” untuk memperkuat kesimpulan itu, seperti (a) Rahman bersedia mengawini janda kakaknya demi menuruti kehendak ibunya, berhubungan erat dengan data realitas objektif sikap atau perilaku anak terhadap orangtuanya di kampung atau di desa-desa, dan (b) Ibu Rahman tidak memikirkan dampak kedepannya kawin paksa tersebut terhadap rumah tangga anaknya, yang lebih mendominasi penceritaan berkaitan erat dengan sikap atau perilaku orangtua terhadap anaknya di kampung atau di desa-desa. Semuanya ini berkaitan dengan realitas sosial masyarakat Minangkabau dewasa ini bahwa hubungan orangtua dan anak itu akan terputus bila: orangtua tidak lagi memperhatikan kebutuhan material anaknya dan orangtua tidak lagi memperhatikan kebutuhan spiritual anaknya.
Cerpen “Ganti Lapik” ini berhubungan juga dengan dunia idealisme masyarakat Minangkabau. Kedudukan ibu sangat dimuliakan, hal itu disebabkan karena sistem kekerabatan yang berlaku di Minangkabau adalah sistem kekerabatan matrilineal (berdasarkan garis keturunan ibu). Oleh karena itu, anak yang lahir akibat perkawinan menjadi anggota kaum sang ibu. maka kepentingan perkawinan lebih diberatkan pada pihak perempuan. Oleh karena itulah mereka menjadi pemprakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Mulai dari mencarikan jodoh, meminang, menyelenggarakan perkawinan, lalu mengurus dan menyediakan segala keperluan untuk rumah tangga sampai memikul segala yang ditimbulkan oleh perkawinan itu. Perkawinan merupakan suatu kewajiban bagi gadis atau bujangan yang telah memiliki kemampuan untuk berumahtangga. Bila ia dianggap telah dewasa, maka merupakan kewajiban dari orang tua (terutama ibu) dan ninik mamak mencarikan jodohnya. Hal itulah yang menyebabkan Rahman tidak bisa menolak kehendak ibu dan keluarganya.
SIMPULAN
Berdasarkan data-data yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kerelevan antara cerpen “Ganti Lapik” dengan realitas sosial budaya Minangkabau cukup tinggi, baik secara idealisme maupun secara realitas objektif. Simpulan ini mengarahkan rekomendasi penilaian bahwa cerpen “Ganti Lapik” merupakan cerpen yang berhasil mengungkapkan realitas sosial masyarakat Minangkabau saat ini.
Sebagai pencerminan realitas sosial budaya masyarakat Minangkabau, cerpen ini merupakan pembenaran dari pendapat Hoggart yang mengatakan bahwa karya sastra pada semua tingkat disinari oleh nilai-nilai yang diterapkan. Oleh sebab itu, yang dilakukan AA Navis adalah meyakinkan dan menunjukkan bahwa karyanya ini betul-betul berintegrasi dengan kehidupan individu dan masyarakat dalam struktur masyarakatnya (Hoggart). Dalam hal ini, AA Navis sebagai pengarang yang lahir, dibesarkan, dan hidup dalam masyarakat Minangkabau, telah mengemukakan realitas objektif yang menjadi bagian dari dilema masyarakat Minangkabau.
Kajian AA Navis mengenai “Ganti LaPik” ini dapat membuktikan bahwa cerita yang ditulisnya ini dapat memperlihatkan masalah realitas sosial masyarakat. Alasannya cukup jelas bahwasanya cerpen ini berkaitan dengan realitas hubungan sosial masyarakat miangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar