Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen Datangnya dan Perginya
Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan
dibahas secara mendalam yaitu, Penentuan Latar
Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen
Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen
Secara Objektif, dan Interpretasi Data. Langsung saja simak bahasan di
bawah ini! Selamat membaca!
ANALISIS SOSIOLOGIS CERPEN
PENENTUAN LATAR
Cerpen Datangnya dan Perginya mengungkapkan kehidupan masyarakat pedesaan pada era sekitar tahun 70-an hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerpen di bawah ini.
Paragraf 4 kalimat ke-7
“Lalu poskar itu dimasukkannya kembali ke dalam amplopnya.”
Paragraf 8 kalimat ke-1
“Kereta api yang ditumpanginya melaju dengan kencang.”
Paragraf 17 kalimat ke-1, 3,dan 4
“Dan kemudian datang suratmu lagi.”
“Dan suratmu yang ketiga beserta wesel uang itu, tidak mengguncangkan hatiku dari pendirianku semula.”
“Tapi, Masri, uang itu aku ambil juga ke kantor pos akhirnya.”
Paragraf 4 kalimat ke-7
“Lalu poskar itu dimasukkannya kembali ke dalam amplopnya.”
Paragraf 8 kalimat ke-1
“Kereta api yang ditumpanginya melaju dengan kencang.”
Paragraf 17 kalimat ke-1, 3,dan 4
“Dan kemudian datang suratmu lagi.”
“Dan suratmu yang ketiga beserta wesel uang itu, tidak mengguncangkan hatiku dari pendirianku semula.”
“Tapi, Masri, uang itu aku ambil juga ke kantor pos akhirnya.”
Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa di dalam cerpen tersebut masih merupakan masyarakat pedesaan pada era tahun 70-an yang ditunjukkan dengan adanya kata poskar yang artinya kartu pos, lalu kata balasan surat, wesel yang artinya surat pos untuk mengirimkan uang, serta kata kereta api yang memperkuat pernyataan karena pada era tersebut telah diketahui sudah ada yang namanya kereta api, namun tidak secanggih sekarang. Maka dari itu, dapat diketahui bahwasanya pengarang hendak mengungkapkan isi cerita suatu masyarakat pedesaan yang masih belum canggih. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan latar tokoh yang menunjukkan dimana pada zaman itu sangat berbeda jauh dengan zaman sekarang yang semuanya serba canggih. Hanya dengan handphone saja seseorang sudah bisa menghubungi orang lain. Tanpa harus berkirim surat untuk menanyakan kabarnya.
Melalui latar dalam cerpen inilah dapat disimpulkan bahwa cerpen Datangnya dan Perginya membicarakan tentang seorang ayah yang memiliki masalah besar dalam kehidupannya, baik dari dalam dirinya maupun dari orang-orang terdekatnya. Sehingga dapat diketahui dengan adanya tingkah laku tokoh yang berkaitan dengan realitas objektif dalam masyarakat.
Melalui latar dalam cerpen inilah dapat disimpulkan bahwa cerpen Datangnya dan Perginya membicarakan tentang seorang ayah yang memiliki masalah besar dalam kehidupannya, baik dari dalam dirinya maupun dari orang-orang terdekatnya. Sehingga dapat diketahui dengan adanya tingkah laku tokoh yang berkaitan dengan realitas objektif dalam masyarakat.
PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN LATAR PERAN
Berdasarkan isi cerita dari cerpen Datangnya dan Perginya, diketahui ada beberapa tokoh yang memainkan setiap peranan masing-masing. Di dalam cerpen tersebut seorang ayah bisa juga memerankan peran sebagai seorang suami, anak, bahkan bisa juga sebagai seorang yang sudah tua atau lazim disebut dengan kakek. Selain itu, mereka juga bisa memerankan sebagai masyarakat dimana mereka tinggal. Sesuai dengan pernyataan tersebut, karena di dalam sebuah karya fiksi seorang tokoh cerita dikatakan tidak hanya memerankan satu peran saja, namun bisa memerankan berbagai peran dalam cerita.
Di dalam cerpen “Datangnya dan Perginya” beberapa tokoh minimal memerankan dua peran. Berikut merupakan tokoh-tokoh tersebut.
- Tokoh Masri memerankan peran sebagai seorang anak, seorang ayah, seorang suami, dan sebagai masyarakat.
- Tokoh Arni memerankan peran sebagai seorang anak, seorang ibu, seorang istri, dan masyarakat.
- Tokoh Masra memerankan peran sebagai seorang anak, seorang cucu, seorang saudara, dan masyarakat.
- Tokoh Irma memerankan peran sebagai seorang anak, seorang cucu, seorang saudara, dan masyarakat.
- Tokoh Ayah memerankan peran sebagai seorang ayah, seorang suami, seorang kakek, dan masyarakat.
- Tokoh Iyah memerankan peran sebagai seorang ibu, seorang istri, seorang nenek, dan masyarakat.
Nah, berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa sebuah peran dalam suatu cerita seorang tokoh tidak hanya memerankan satu peran saja. Sehingga dapat ditemukan bahwa adanya hubungan antarperan yang bisa menimbulkan berbagai masalah yang dialami masing-masing tokoh. Hal ini dapat pada hubungan antarperan berikut ini.
- Anak dan orang tua (Masri dengan ayah, dan Iyah).
- Anak dan orang tua (Masra, Irma dengan Masri dan Arni).
- Suami dan istri (Masri dan Arni)
- Suami dan istri (tokoh ayah dan Iyah)
- Cucu dan kakek
- Cucu dan nenek
- Saudara perempuan dan saudara laki-laki
Pengelompokan peran tersebut sekaligus menjadi hal yang menentukan topik-topik yang sedang dibicarakan oleh pengarang dalam cerpen tersebut. Topik-topik tersebut akan mempermudah dalam mengetahui masalah-masalah apa saja yang sedang dibicarakan dalam sebuah cerpen. Dari hasil pengelompokan peran di atas, sudah terdapat ada lima hubungan antarperan yang bisa dijadikan pedoman dalam mengetahui masalah apa saja yang terkait dengan peran yang satu dengan yang lain. Jika di dalam cerpen tersebut tidak ditemukan suatu konflik antarperan, maka hubungan antarperan di dalam cerpen tersebut memang tidak ada permasalahan yang dapat dijelaskan.
Agar lebih jelasnya, sebagai contoh di dalam cerpen tersebut hubungan antarperan anak dan orang tua (Masra, Irma dengan Masri dan Arni) tidak terdapat suatu permasalahan antara mereka. Tidak ada konflik antara Masri dan arni dengan anak-anaknya. Begitu juga dengan hubungan antarperan suami dan istri (Masri dan Arni) yang tidak mempunyai konflik di antara mereka. Serta hubungan antarperan cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, dan saudara dengan saudara. Konflik batin hanya timbul dari tokoh Masri dan tokoh ayah, karena saat tokoh Masri kecil ia sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak ia berumur tiga tahun. Sehingga ayahnya tidak sanggup merasakan kesepian dan kesendirian yang pada akhirnya membuat ayahnya menjadi seorang laki-laki yang kerjanya suka bergelut atau berduaan dengan perempuan-perempuan jalang di sepanjang malam. Hingga Masri yang tidak terdidik dipermalukan dan menjadi bahan olokan oleh teman-temannya. Hal inilah yang membuatnya geram dan merasa tidak terima dengan hinaan teman-temannya. Untuk itulah ia berusaha sendiri mencari tahu bagaimana perilaku ayahnya, apakah memang benar seperti yang disampaikan oleh banyak orang. Tokoh Masri pun melihat dengan mata kepalanya sendiri perbuatan ayahnya yang memang benar seperti yang dikatakan banyak orang, bahwasanya ayahnya memang suka bermain dengan perempuan-perempuan malam. Hal inilah yang menjadi topik permasalahan karena saat itu timbullah konflik antara tokoh Masri dengan ayahnya. Dimana, tokoh Masri beradu mulut dengan ayahnya yang saat itu ia diusir oleh ayahnya dan ayahnya pun tidak menganggapnya sebagai anak lagi.
Selain itu, konflik batin juga timbul dari topik permasalahan yang dialami oleh tokoh ayah dan Iyah. Dimana tokoh Iyah di dalam cerpen tersebut memiliki hubungan antarperan suami dan istri walaupun di antara keduanya sudah bercerai. Di antara kedua tokoh memiliki konflik bahwa seorang tokoh Iyah yang dulunya adalah istri dari tokoh ayah, dan sekarang sudah menjadi mantan istrinya karena keduanya sudah bercerai. Hal ini disebabkan oleh tokoh ayah yang benar-benar tidak bisa menghapus kenangan dari ibu Masri atau istri pertamanya membuat istri barunya tidak terima dengan sikap tokoh ayah yang berlarut-larut dalam kesedihan memikirkan istrinya yang telah meninggal. Maka, terjadilah perceraian di antara mereka yang mana pada saat itu istri barunya atau tokoh Iyah sedang mengandung. Sehingga itulah yang menyebabkan timbulnya kemarahan dan dendam dari tokoh Iyah terhadap tokoh ayah.
Dalam hal ini, hubungan antarperan suami dengan istri (Masri dan Arni), cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, serta saudara dengan saudara tidak dapat dijadikan sebagai permasalahan karena di antara mereka tidak terdapat konflik. Untuk itu, terdapat hubungan antarperan anak dan orang tua (Masri dan Ayah, Iyah), hubungan antarperan Suami dan istri (ayah dan Iyah) sebagai penyumbang permasalahan. Sedangkan hubungan antarperan suami dan istri (Masri dan Arni), cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, serta saudara dengan saudara tidak dapat dilanjutkan sebagai penyumbang permasalahan, sebab hubungan antarperan tersebut tidak didukung oleh konflik tokoh yang mendukung peran.
Topik anak dengan orang tua (topik a) didukung oleh beberapa tokoh, seperti tokoh Masri, Ayah, dan Iyah. Masri sebagai seorang anak dari tokoh Ayah dan Iyah, sekaligus sebagai tokoh yang merupakan masyarakat di tempat tinggalnya. Topik anak dengan orang tua (topik b) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Masra, Irma, Masri dan Arni. Masra dan Irma sebagai seorang anak dari tokoh Masri dan Arni sekaligus sebagai tokoh yang merupakan masyarakat di tempat tinggal mereka. Topik suami dengan istri (topik c) didukung oleh beberapa tokoh, seperti tokoh Masri dan Arni. Dua tokoh tersebut merupakan sepasang suami istri yang sekaligus masyarakat di tempat tinggal mereka. Topik suami dengan istri (topik d) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Ayah dan Iyah. Dua tokoh tersebut merupakan sepasang suami istri yang kininya sudah bercerai sekaligus masyarakat di tempat tinggal mereka. Topik cucu dengan kakek (topik e) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Masra, Irma, tokoh Ayah. Tokoh Masra dan Irma yang merupakan anak dari tokoh Masri dan Arni lalu cucu bagi tokoh Ayah. Topik cucu dengan nenek (topik f) didukung oleh tokoh, seperti tokoh, Masra, Irma, dan Iyah. Tokoh Masra dan Irma yang merupakan anak dari tokoh Masri dan Arni lalu cucu bagi tokoh Iyah. Topik saudara perempuan dengan saudara laki-laki (topik g) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Irma dan Masra. Kedua tokoh tersebut merupakan anak dari tokoh Masri dan Arni.
Dari ketujuh topik tersebut, dapat diketahui ternyata topik anak dengan orang tua (topik a) yang didukung oleh banyak tokoh dan banyak memerankan peran di dalam cerpen. Dengan demikian, pada topik hubungan anak dengan orang tua inilah terletak permasalahan utama cerpen Datangnya dan Perginya. Sedangkan topik-topik yang lain merupakan permasalahan penunjang.
Agar lebih jelasnya, sebagai contoh di dalam cerpen tersebut hubungan antarperan anak dan orang tua (Masra, Irma dengan Masri dan Arni) tidak terdapat suatu permasalahan antara mereka. Tidak ada konflik antara Masri dan arni dengan anak-anaknya. Begitu juga dengan hubungan antarperan suami dan istri (Masri dan Arni) yang tidak mempunyai konflik di antara mereka. Serta hubungan antarperan cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, dan saudara dengan saudara. Konflik batin hanya timbul dari tokoh Masri dan tokoh ayah, karena saat tokoh Masri kecil ia sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak ia berumur tiga tahun. Sehingga ayahnya tidak sanggup merasakan kesepian dan kesendirian yang pada akhirnya membuat ayahnya menjadi seorang laki-laki yang kerjanya suka bergelut atau berduaan dengan perempuan-perempuan jalang di sepanjang malam. Hingga Masri yang tidak terdidik dipermalukan dan menjadi bahan olokan oleh teman-temannya. Hal inilah yang membuatnya geram dan merasa tidak terima dengan hinaan teman-temannya. Untuk itulah ia berusaha sendiri mencari tahu bagaimana perilaku ayahnya, apakah memang benar seperti yang disampaikan oleh banyak orang. Tokoh Masri pun melihat dengan mata kepalanya sendiri perbuatan ayahnya yang memang benar seperti yang dikatakan banyak orang, bahwasanya ayahnya memang suka bermain dengan perempuan-perempuan malam. Hal inilah yang menjadi topik permasalahan karena saat itu timbullah konflik antara tokoh Masri dengan ayahnya. Dimana, tokoh Masri beradu mulut dengan ayahnya yang saat itu ia diusir oleh ayahnya dan ayahnya pun tidak menganggapnya sebagai anak lagi.
Selain itu, konflik batin juga timbul dari topik permasalahan yang dialami oleh tokoh ayah dan Iyah. Dimana tokoh Iyah di dalam cerpen tersebut memiliki hubungan antarperan suami dan istri walaupun di antara keduanya sudah bercerai. Di antara kedua tokoh memiliki konflik bahwa seorang tokoh Iyah yang dulunya adalah istri dari tokoh ayah, dan sekarang sudah menjadi mantan istrinya karena keduanya sudah bercerai. Hal ini disebabkan oleh tokoh ayah yang benar-benar tidak bisa menghapus kenangan dari ibu Masri atau istri pertamanya membuat istri barunya tidak terima dengan sikap tokoh ayah yang berlarut-larut dalam kesedihan memikirkan istrinya yang telah meninggal. Maka, terjadilah perceraian di antara mereka yang mana pada saat itu istri barunya atau tokoh Iyah sedang mengandung. Sehingga itulah yang menyebabkan timbulnya kemarahan dan dendam dari tokoh Iyah terhadap tokoh ayah.
Dalam hal ini, hubungan antarperan suami dengan istri (Masri dan Arni), cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, serta saudara dengan saudara tidak dapat dijadikan sebagai permasalahan karena di antara mereka tidak terdapat konflik. Untuk itu, terdapat hubungan antarperan anak dan orang tua (Masri dan Ayah, Iyah), hubungan antarperan Suami dan istri (ayah dan Iyah) sebagai penyumbang permasalahan. Sedangkan hubungan antarperan suami dan istri (Masri dan Arni), cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, serta saudara dengan saudara tidak dapat dilanjutkan sebagai penyumbang permasalahan, sebab hubungan antarperan tersebut tidak didukung oleh konflik tokoh yang mendukung peran.
Topik anak dengan orang tua (topik a) didukung oleh beberapa tokoh, seperti tokoh Masri, Ayah, dan Iyah. Masri sebagai seorang anak dari tokoh Ayah dan Iyah, sekaligus sebagai tokoh yang merupakan masyarakat di tempat tinggalnya. Topik anak dengan orang tua (topik b) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Masra, Irma, Masri dan Arni. Masra dan Irma sebagai seorang anak dari tokoh Masri dan Arni sekaligus sebagai tokoh yang merupakan masyarakat di tempat tinggal mereka. Topik suami dengan istri (topik c) didukung oleh beberapa tokoh, seperti tokoh Masri dan Arni. Dua tokoh tersebut merupakan sepasang suami istri yang sekaligus masyarakat di tempat tinggal mereka. Topik suami dengan istri (topik d) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Ayah dan Iyah. Dua tokoh tersebut merupakan sepasang suami istri yang kininya sudah bercerai sekaligus masyarakat di tempat tinggal mereka. Topik cucu dengan kakek (topik e) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Masra, Irma, tokoh Ayah. Tokoh Masra dan Irma yang merupakan anak dari tokoh Masri dan Arni lalu cucu bagi tokoh Ayah. Topik cucu dengan nenek (topik f) didukung oleh tokoh, seperti tokoh, Masra, Irma, dan Iyah. Tokoh Masra dan Irma yang merupakan anak dari tokoh Masri dan Arni lalu cucu bagi tokoh Iyah. Topik saudara perempuan dengan saudara laki-laki (topik g) didukung oleh tokoh, seperti tokoh Irma dan Masra. Kedua tokoh tersebut merupakan anak dari tokoh Masri dan Arni.
Dari ketujuh topik tersebut, dapat diketahui ternyata topik anak dengan orang tua (topik a) yang didukung oleh banyak tokoh dan banyak memerankan peran di dalam cerpen. Dengan demikian, pada topik hubungan anak dengan orang tua inilah terletak permasalahan utama cerpen Datangnya dan Perginya. Sedangkan topik-topik yang lain merupakan permasalahan penunjang.
PERMASALAHAN CERPEN SECARA NORMATIF
Apabila dipandang dari segi norma atau sikap yang seharusnya dilakukan oleh seorang anak terhadap orang tua atau ayah kandungnya. Hendaknya sebagai anak kita harus menghormati orang tua kita karena mereka lah yang sangat berperan penting di dalam kehidupan kita. Baik itu dalam hal merawat serta menjaga kita dari hal-hal yang membahayakan kita. Namun, jika sebaliknya ditemukan adanya perlawanan terhadap orang tua atau ayah kandungnya sendiri, seperti pada tokoh Masri dengan tokoh Ayah. Hal ini sebenarnya juga merupakan kesalahan dari orang tua atau tokoh Ayah yang secara sikap tidak sesuai dengan norma yang baik seharusnya dilakukan sebagai orang tua sekaligus sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Paragraf 9 kalimat ke-8
“Mengintip kebahagiaan ayahnya dalam rangkulan perempuan jalang itu.”
Kalimat ke-11
“Dan ia temui ayahnya dengan dendam tiada terbada.”
Kalimat ke-15
“Ditamparnya sekuasa kuatnya.”
Paragraf 10
“Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo, pergi. Kau bukan anakku lagi.”
Paragraf 11
“Memang aku bukan anak ayah yang begini. Aku memang mau pergi,” si anak membangkang.
“Kau kurang ajar.”
Paragraf 12
“Kalau aku kurang ajar, bukan salahku. perbuatan ayah yang menyebabkan aku begini. Ayah yang menyebabkan aku lahir tanpa kemauanku. Setelah aku lahir, ayah lagi yang merusakkannya.”
Selain itu, permasalahan juga terdapat antara tokoh Ayah dengan tokoh Iyah. Berikut kutipannya.
Paragraf 21
“Mengapa kau datang juga?” tanya perempuan itu ketus. Dan keketusan pertanyaan itu demikian kesat masuk ke telinga laki-laki itu. Maka hatinya tersinggung. Rasa kesombongan yang telah lama mengendap jauh di lubuk hatinya, menjolak lagi dengan panasnya. Dan dengan pandangan mata yang menyala berang, ia berkata. “Aku kemari ke rumah anakku. Karena diminta datang.” Tapi ucapannya itu hilang diujung bibirnya yang gemetar. Tak bersuara mencapai sasarannya.
Paragraf 22
“Kalau datangmu hendak membawa keonaran, pergilah kini-kini,” perempuan itu menegas lagi.
Paragraf 23
“Rumah ini, rumah anakku. Aku datang karena dipanggil,” laki-laki tua itu berkata lagi dengan berangnya.
Paragraf 31
“Iyah,” kata laki-laki itu dengan gaya yang meminta belas kasihan. “Ketika lama sesudah aku menceraikan kau dulu, aku telah menyesal.” Namun tak ada kata-kata keluar dari mulutnya selain daripada menyebut nama perempuan itu.
Paragraf 32
“Sekarang kau datang hanya untuk merusak.”
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap dari seorang anak hendaknya tidak seperti itu. Namun, hal tersebut muncul karena adanya sikap dari orang tua, khususnya ayah yang terdapat di dalam cerpen tidak melakukan hal yang tercela sehingga membuat anak menjadi benci terhadap kita. Itulah sebabnya, ia melakukan hal yang sifatnya buruk atau melakukan perlawanan terhadap kita. Kemudian, untuk tokoh Iyah dan tokoh Ayah juga sama halnya. Dimana seorang istri itu seharusnya tidak boleh berbicara kasar terhadap seorang suami. Apalagi sampai membentak dan menghinanya. Hal ini juga merupakan akibat dari sikap suami yang menyia-nyiakan seorang istri terlebih di saat ia sedang mengandung seperti yang dikemukakan dalam isi teks cerpen tersebut.
Paragraf 9 kalimat ke-8
“Mengintip kebahagiaan ayahnya dalam rangkulan perempuan jalang itu.”
Kalimat ke-11
“Dan ia temui ayahnya dengan dendam tiada terbada.”
Kalimat ke-15
“Ditamparnya sekuasa kuatnya.”
Paragraf 10
“Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo, pergi. Kau bukan anakku lagi.”
Paragraf 11
“Memang aku bukan anak ayah yang begini. Aku memang mau pergi,” si anak membangkang.
“Kau kurang ajar.”
Paragraf 12
“Kalau aku kurang ajar, bukan salahku. perbuatan ayah yang menyebabkan aku begini. Ayah yang menyebabkan aku lahir tanpa kemauanku. Setelah aku lahir, ayah lagi yang merusakkannya.”
Selain itu, permasalahan juga terdapat antara tokoh Ayah dengan tokoh Iyah. Berikut kutipannya.
Paragraf 21
“Mengapa kau datang juga?” tanya perempuan itu ketus. Dan keketusan pertanyaan itu demikian kesat masuk ke telinga laki-laki itu. Maka hatinya tersinggung. Rasa kesombongan yang telah lama mengendap jauh di lubuk hatinya, menjolak lagi dengan panasnya. Dan dengan pandangan mata yang menyala berang, ia berkata. “Aku kemari ke rumah anakku. Karena diminta datang.” Tapi ucapannya itu hilang diujung bibirnya yang gemetar. Tak bersuara mencapai sasarannya.
Paragraf 22
“Kalau datangmu hendak membawa keonaran, pergilah kini-kini,” perempuan itu menegas lagi.
Paragraf 23
“Rumah ini, rumah anakku. Aku datang karena dipanggil,” laki-laki tua itu berkata lagi dengan berangnya.
Paragraf 31
“Iyah,” kata laki-laki itu dengan gaya yang meminta belas kasihan. “Ketika lama sesudah aku menceraikan kau dulu, aku telah menyesal.” Namun tak ada kata-kata keluar dari mulutnya selain daripada menyebut nama perempuan itu.
Paragraf 32
“Sekarang kau datang hanya untuk merusak.”
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap dari seorang anak hendaknya tidak seperti itu. Namun, hal tersebut muncul karena adanya sikap dari orang tua, khususnya ayah yang terdapat di dalam cerpen tidak melakukan hal yang tercela sehingga membuat anak menjadi benci terhadap kita. Itulah sebabnya, ia melakukan hal yang sifatnya buruk atau melakukan perlawanan terhadap kita. Kemudian, untuk tokoh Iyah dan tokoh Ayah juga sama halnya. Dimana seorang istri itu seharusnya tidak boleh berbicara kasar terhadap seorang suami. Apalagi sampai membentak dan menghinanya. Hal ini juga merupakan akibat dari sikap suami yang menyia-nyiakan seorang istri terlebih di saat ia sedang mengandung seperti yang dikemukakan dalam isi teks cerpen tersebut.
PERMASALAHAN CERPEN SECARA OBJEKTIF
Apabila ditinjau dari segi objektif atau kejadian benar terjadi dan dalam keadaan yang sebenarnya. Secara umum, tentu masih ada kita temukan kejadian yang serupa dengan permasalahan yang dialami dalam teks cerpen Datangnya dan Perginya. Itu artinya, secara tidak langsung gambaran cerita di dalam cerpen tersebut juga pernah dirasakan adan ada pada saat sekarang ini. Meskipun demikian, tidak semua hanya sebagian kecil saja. Hal ini dapat kita lihat sebagai contoh, misalnya di daerah saya sendiri masih ada ditemukan orang tua yang sering memarahi anaknya bahkan sampai mengusir anaknya dari rumah. Selain itu, juga ada seorang istri yang sama halnya dengan teks cerpen tersebut.
INTERPRETASI DATA
Berdasarkan data-data yang telah diuraikan, sebuah karya sastra memberikan arahan sehingga kita dapat mengetahui adanya suatu normatif yang berakitan langsung dengan dunia objektif. Hal ini terbukti dari penjelasan pada uraian di atas, bahwasanya permasalahan dapat dilihat dari segi secara normatif dan secara objektif. Cerpen Datangnya dan Perginya ditinjau dari aspek ini, sudah memenuhi kriteria itu. Adanya sikap yang seharusnya dilakukan sebagai orang tua terhadap anak, dan sikap yang seharusnya dilakukan anak terhadap orang tua itu bagaimana. Apabila sebagai orang tua kita senantiasa melakukan perbuatan yang baik tentunya anak kita tidak akan membangkang melawan kita. Begitu juga sebaliknya, seorang anak seharusnya menghormati orang tua kita yang sudah susah payah merawat kita sejak kecil. selain itu, sudah dijelaskan juga bahwasanya sebagai seorang istri hendak juga tidak sepantasnya kita berkata kasar terhadap seorang suami karena bagaimana pun juga suami adalah kepala keluarga yang menjadi panutan setiap anggota keluarganya.
SIMPULAN
Berdasarkan data-data yang telah dijelaskan pada penguraian bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kaitan atau kerelevanan cerita tersebut cukup tinggi kaitannya dengan realitas objektif atau kenyataan yang pernah terjadi di dalam kehidupan. Cerpen Datangnya dan Perginya ini berhasil mengungkapkan adanya realitas objektif yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sebagai adanya pembenaran hal tersebut tentunya sudah pernah ditemui di dalam kehidupan bermasyarakat yang terjadi. Banyak hal yang menggambarkan adanya nilai-nilai yang baik dapat diambil dalam cerpen tersebut sehingga dapat diaplikasikan pula nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar