Rabu, 27 Juni 2018

Analisis Sosiologis Cerpen POLITIK WARUNG KOPI (Karya AA Navis)

Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen Poitik Warung Kopi Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan dibahas secara mendalam yaitu, Pengertian Cerpen, Penentuan Latar Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen Secara Objektif, dan Interpretasi Data. Langsung saja simak bahasan di bawah ini! Selamat membaca!

https://bahasbahasaa.blogspot.com/

ANALISIS SOSIOLOGIS CERPEN

PENENTUAN LATAR
 
Cerpen Politik Warung Kopi meng- ungkapkan kehidupan masyarakat Minangkabau sesudah tahun 1949. Ada beberapa petunjuk dari data-data struktur cerpen ini tentang hal itu, seperti kutipan berikut.
“Di warung Mak Lisut, di simpang tiga dekat rumahku di kampong, saban waktu bisa tejadi sidang politik menarik. Terutama kalau beberapa gembongnya sudah hadir dengan lengkap.  Mereka itu hanya berlima, yaitu Mak Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, dan Mak Caniago.”

“Bagaimana Indonesia supaya makmur.” Pikiran ini keluar dari Mak Lisut, si empunya warung. Kata Mak Lisut mengomentari usulnya, “Kita sekarang tidak perang lagi, karena Belanda sudah pergi. Kita sudah terbiasa hidup dalam peperangan.”

“Ucin gila. Sebelum ia gila dulu, Ucin seorang pemuda yang jadi semarak kampung kami. Ia pelatih Lasykar Pesindo. Ketika semua laskar dilebur ke dalam TNI, Ucin tak ikut terleburkan. Apa sebabnya, semua orang tak tahu.”
“DI, TII, Kahar Muzakar sebetulnya patriot bangsa kita,” kata Ucin lagi ketika gelas kopinya telah penuh lagi.”Mestinya mereka mati pada waktu perang melawan Belanda supaya namanya dikekalkan sebagai bunga bangsa. Patriot tak bisa hidup dalam zaman damai. Patriot akan mati kalau damai datang. Bahkan bisa dianggap jadi penghianat bangsa kalau ma uterus berperang. Itulah ruginya pahlawan yang tak mati waktu berperang.”

Kata-kata yang menunjukkan indikasi sesudah tahun 1949 itu adalah Indonesia Supaya Makmur, Belanda Sudah Pergi, Lasykar Pesindo, Semua Laskar Dilebur Ke Dalam TNI, DI,TII, Kahar Muzakar. Sebab timbulnya pemikiran untuk memakmurkan Indonesia setelah Indonesia berdiri jadi sebuah negara. Indonesia merdeka tahun 1945. Kalimat Belanda sudah pergi menyatakan Indonesia sudah diakui sebagai sebuah negara. Laskar Pesindo dan peleburan semua laskar menjadi TNI terjadi pada tahun 1947 atas perintah presiden Soekarno.TII bergabung menjadi DI. Kahar Muzakar adalah tokoh pembentuk TII dan dianggap pemberontak oleh presiden Soekarno hal itu terjadi pada tahun 1950. Dan kata-kata yang menyebutkan tempat kejadian adalah wilayah Minangkabau adalah kata panggilan Mak yang berarti mamak.

Dengan penyebutan di warung Mak Lisut dan penyebutan nama-nama mamak yang sering berkumpul di warung serta peristiwa dan kata juga kalimat yang menjelaskan waktu dalam cerpen ini, terlihat pengarang ingin mengungkapkan suatu permasalahan masyarakat MInangkabau sesudah tahun 1949.
Permasalahan masyarakat Minangkabau sesudah tahun 1949 ini juga dibatasi pengarang terhadap kehidupan masyarakat di daerah kampung saja. Indikasi itu terlihat dari latar pengambilan tempat. Namun demikian bukan berarti tidak mempunyai kaitan dengan masyarakat minangkabau yang lain.

Melalui latar tempat dan waktu dalam cerpen ini dapat disimpulkan untuk sementara bahwa cerpen Politik Warung Kopi berbicara tentang kehidupan sosial-budaya masyarakat Minangkabau setelah tahun 1949. Perilaku tokoh cerpen dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk mendapatkan data-data sebagai bukti selanjutnya. 

PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTAR PERAN

Sosok pribadi dalam masyrakat Minangkabau tidak hanya memerankan satu peran dalam kehidupannya. Sosok pribadi itu selalu memerankan peran ganda, misalnya di samping peran sebagai pemimpin bisa juga berperan sebagai bawahan, kepala keluarga, tokoh masyarakat, suami atau isteri, kemenakan dan lain-lain. Karya sastra sebagai pencerminan tatanan kehiduapan masyarakat , akan mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita. Tidak ada dalam karya fiksi seorang tokoh cerita hanya memerankan satu peran saja. Pengarang akan memberikan berbagai peran terhadap tokoh-tokoh ceritanya (Asri, 2011:4).
   
Dalam cerpen Politik Warung Kopi, seorang tokoh minimal memerankan dua peran. Tokoh Mak Lisut misalnya, memerankan peran masyarakat Minangkabau, Pedagang, orang paham kapitalis dan Mamak. Tokoh Mak Gindo memerankan peran Masyarakat Minangkabau, orang Partai Adat dan Mamak. Begitu juga Mak Muncak orang PSI, Mak Caniago wakil PKI, Mak Datuk wakil PNI, dan Mak Malin wakil PSII. Mak Malin memiliki tiga peran yaitu peran ketiga sebagai orang surau. Mak Datuk memiliki peran tambahan yaitu ninik mamak.
   
Dengan demikian, sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus. Dalam hal penyelidikan permasalahan haruslah dilihat dari sudut peran bukan dari sudut tokoh. Permasalahan akan terlihat jika peran yang satu dihubungkan dengan peran yang lain. Beberapa peran yang diperankan tokoh tokoh-tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan atau dikelompokkan menjadi (a) Wakil Partai dan Wakil Partai, (b) Mamak dan Mamak, (c) Mamak dan Masyarakat, (d) Masyarakat dan Masyarakat, (e) Pemangku Adat dan Pemangku Agama, (f) Mamak dan Kemenakan.
   
Pengelompokkan hubungan peran-peran tersebut sekaligus dapat dipandang sebagai topik-topik yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topic-topik ini membantu peneliti untuk menelusuri lebih jauh permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam karya sastra. Beerdasarkan data-data hubungan peran di atas, setidak-tidaknya sudah ada enam kandidat permasalahan yang disinggung pengarang dalam karyanya. Keenam kandidat permasalahan itu dapat dirumuskan melalui konflik-konflik tokoh yang memerankannya. Jika terdapat peran yang tidak didukung oleh konflik , hubungan peran tidak dapat dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan.
   
Contohnya adalah topik (f) Mamak dan kemenakan, yang tidak terdapat konflik antara kedua peran itu. Tidak ada konflik antara Big Five ( Mak Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, dan Mak Caniago) dengan tokoh aku. Oleh karena itu, dalam hal ini permasalahan topik (f) tidak bisa dilanjutkan sebagai permasalahan yang harus dikonfirmasikan dengan konteks sosial. Permasalahan tersebut harus ditempatkan sebagai permasalahan yang mengetengahkan perbedaan masyarakat dengan masyarakat (topik d).

Setelah mengikuti pola uji seperti di atas, tinggalah topik (c) dan (b), sebagai penyumbang permasalahan cerpen. Sementara itu, topik (a) dan (e) tidak dapat dilanjutkan sebagai penyumbang permasalahan sebab topik-topik  tersebut tidak didukung oleh konflik tokoh yang mendukung peran. Namun demikian, topik-topik itu masih berguna dalam menunjang penyelidikan. Topik-topik tersebut dapat dipandang sebagai latar tokoh atau pendukung peran.
   
Topik mamak dan masyarakat(c) didukung soleh beberapa tokoh, seperti tokoh Mak Gindo, Mak Malin, Mak Datuak, Mak Muncak, dan Mak Caniago serta Mak Lisut, Ucin, Saun, Pak Komis, dan Mak Sutan serta Si Cebol.
   
Topik pemangku adat dan pemangku agama (e) didukung oleh beberap tokoh seperti tokoh Mak Datuak dan Mak Malin.
   
Dari dua topik di atas, ternyata topik (c) yang didukung banyak tokoh. Dengan demikian, pada topik (c) inilah terletak permasalahan utama cerpen Politik Warung Kopi, sedangkan topik-topik lain merupakan permasalahan penunjang, persentuhan tokoh-tokoh cerpen ini harus ditempatkan sebagai pendukung permasalahan mamak dan mamak..

PERMASALAHAN SECARA NORMATIF

Dalam sistem sosial budaya Minangkabau, mamak adalah saudara laki-laki dari ibu. Dalam arti luas mamak dalah semua kaum laki-laki. Mamak adalah pemimpin terhadap kemenakan yang sepersukuan dengannya. Penunggalan kepemimpinan dalam satu persukuan dipilih salah seorang mamak yang diangkat menjadi penghulu dengan gelar Datuk. Berdasarkan hal tersebut, mamak mempunyai tugas untuk memimpin suku lebih lagi mamak yang bergelar Datuk.

Seorang lelaki Minangkabau merupakan sosok dwi fungsi, yaitu di satu sisi ia adalah mamak atau pemimpin suku di sisi lain ia adalah anggota masyarakat.

Dapat saja seorang lelaki tersebut bertingkah selakunya di tengah masyarakat, tetapi ia tidak boleh melupakan perannya sebagai mamak.

Demikianlah pengaturan hubungan mamak dan masyarakat dalam sistem sosial budaya Minangkabau. Antara mamak dan masyarakat terdapat hubungan yang dekat tanpa melupakan perannya sebagai mamak. 

PERMASALAHAN SECARA FIKTIF

Dalam cerpen Politik Warung Kopi tokoh mamak yang jadi sorotan adalah Big Five (Mak Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, dan Mak Caniago).

Big Five merupakan tokoh-tokoh mamak yang berperan penting dalam cerita. Karena memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Seperti yang tertera pada kutipan berikut.

“Di warung Mak Lisut, di simpang tiga dekat rumahku di kampung, saban waktu bisa terjadi sidang politik yang menarik. Terutama kalau beberapa gembongnya sudah hadir dengan lengkap. Mereka itu hanya berlima. Yaitu Mak Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, dan Mak Caniago. Kadang mereka menamakan dirinya dengan Big Five atau Panca-Tunggal. Sedang orang-orang yang lain tidak terhitung sebagai gembong. Mereka hanya pendengar. Dan dalam mengambil pokok masalah mereka selamanya tidak kekurangan bahan. Situasi politik tanah air, terutama tentang jatuh bangunnya sebuah cabinet, menjadi bahan yang paling menarik.”
“ Keistimewaan mereka selamanya terletak dalam cara meninjau sesuatu masalah. Kenapa kabinet bisa jatuh, dan kabinet apa yang mungkin bangun. Juga mereka meramalkan beleid atau kebijaksanaan sebuah kabinet yang akan datang terhadap masalah luar dan dalam negeri. Ramalan mereka hampir selamanya tepat”.

Oleh karena itu mereka sering sekali mengadakan sidang-sidang politik. Seperti sidang pada kutipan berikut yang menunjukkan kedekatan Mamak dengan Masyarakat tetapi tidak melupakan perannya sebagai mamak.

“Mak Datuk ninik mamak, bukan? Kenapa kemenakan Mak Datuk dibiarkan jadi pengemis, he?”
“ Ah, itu masalahnya Si Malin, ajarannyalah yang melembagakan orang-orang harus minta sedekah kalau sudah miskin. Kata Mak Datuk dengan tangkasnya.”
“Mak Malin tak mau kalah. Pukulan itu dirasakanya tidak tepat diarahkan pada dirinya. Ajaran agamanya memang menyuruh orang-orang memberi sedekah, tetapi tidak menyuruh orang-orang meminta sedekah. Dan kalau ada yang meminta sedekah karena miskinnya, itu bukan kesalahannya. Itu kesalahan orang lain.


Dari gambaran kutipan-kutipan di atas terlihat hubungan mamak dan masyarakat dan bagaimana mamak berperilaku terhadap kehidupan bermasyarakatnya dan tidak melupakan perannya.

Dengan demikian dapat diketahui bagaimana cara seorang mamak bermasyarakat dan sekaligus menjalankan peran sebagai mamak. Dan juga bagaimana pengetahuan mamak.

SECARA OBJEKIF

Untuk mendapatkan data-data objektif perlu dilakukan observasi lapangan dan menggali dari beberapa sumber terhadap perilaku dan kebiasaan masyarakat Minangkabau. Pada masa sekarang ini para mamak di dalam masyarakat Minangkabau sudah memasyarakat, sehingga terdapat hubungan harmonis antara mamak sekarang dan masyarakat sekarang ini. Namun, para mamak terkadang lupa perannya sebagai mamak.
   
Hal itulah yang membuat para mamak tersebut selalu di cemooh oleh masyarakat. Seperti dipaparkan dalam cerpen tersebut yang berjudul Politik Warung Kopi, di situ terdapat para mamak di cemooh dan saling mencemooh. Akan tetapi, pada masa sekarang ini masyarakat Minangkabau seakan biasa saja dengan hal-hal tersebut karena mamak tidak mengenali perannya. Data-data tersebut didapatkan dari hasil observasi dalam kehidupan sosial masyarakat di Minangkabau. Hal tersebut terjadi di masyarakat saat ini dimana masyarakat Minangkabau seakan tidak mengerti batasan-batasan diakibatkan mamak-mamak yang tidak mengerti perannya.
INTERPRETASI DATA

Sebuah karya sastra dapat dipandang sebagai jembatan dunia normatif dengan dunia objektif. Karya sastra harus menggambarkan idealisme masyarakatnya, sekaligus mengungkapkan gambaran realitas sosial masyarakatnya. Ditinjau dari hal tersebut memang cerpen Politik Warung Kopi ini memenuhi kriteria tersebut pada masanya. Pada masa tersebut masyarakat Minangkabau memiliki Batasan dalam berseloroh. Mereka tahu betul tentang budaya dan adat istiadat. Terlihat dalam cerpen yang berjudul “Politik Warung Kopi” ini bahwa pada masa tersebut masyarakat Minangakabau tidak keterlaluan dalam hal berseloroh dengan para mamak. Terlihat dalam cerpen ini hanya tokoh Ucin yang berani karena tokoh Ucin memiliki peran sebagai orang gila. Segala aktivitas yang dilakukan oleh para mamak dan masyarakat tersebut mencerminkan bahwa ada nilai normatif yang terdapat pada masyarakat Minangkabau yaitu ‘aturan dalam berselorohpun ada’.

SIMPULAN

Berdasarkan data-data yang dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kerelevanan antara cerpen yang berjudul Politik Warung Kopi dengan realitas sosial budaya Minangkabau pada masanya sangatlah tinggi bahkan seratus persen relevan dengan masa itu yaitu sekitar tahun 1949-an di mana mamak dan masyarakat itu memiliki hubungan yang dekat. Sebagai pencerminan realitas sosial budaya masyarakat Minangkabau pada masa tersebut dan juga pada saat ini, cerpen ini merupakan pembenaran dari pendapat Hoggart yang mengatakan bahwa karya sastra pada semua tingkat disinari oleh nilai-nilai yang ditetapkan dan nilai-nilai yang diterapkan (Hoggart dalam Asri, 2011). Oleh sebab itu, cerpen yang ditulis oleh AA Navis ini menunjukkan bahwa karyanya benar-benar berintegrasi dengan kehidupan masyarakatnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar