Minggu, 24 Juni 2018

Analisis Sosiologis Cerpen KISAH SEORANG PENGANTIN (Karya AA Navis)

Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen KISAH SEORANG PENGANTIN Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan dibahas secara mendalam yaitu, Penentuan Latar Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen Secara Objektif. Langsung saja simak bahasan di bawah ini! Selamat membaca!
www.bahasbahasaa.blogspot.com


PENENTUAN LATAR 

Meja makan di dapur tokoh aku menjadi tempat tokoh aku, ayah dan ibu untuk memulai pembicaraan yang serius dan menegangkan. Di sana tokoh aku merasakan kegelisahan dan gemuruh dihatinya yang tiba-tiba datang merasukinya.

Pada suatu malam sehabis makan, setelah aku slesai mencuci piring dan adik-adik kecil tidur, aku dipanggil ayah tiriku. Aku sudah tahu apa yang hendak dibicarakannya, dadaku gemuruh. Aku duduk di ujung meja. Ibu dan ayah duduk berhadapan. Keempat mata mereka seolah-olah menembus tubuhku sampai kelihatan tulang-belulangku, rasanya. Air mataku nyaris meleleh. Tapi aku tahan sedapatnya. Karena ketika itu aku ingat pada ibu kandungku sendiri. Kalaulah ibu masih hidup, tentu dialah yang dududk dihadapanku. Suara mereka tentulah beda dengan irama yang kudengar waktu itu.

Selanjtnya selain latar tempat meja makan di dapur, latar tempat selanjutnya adalah di kamar tidur. Tokoh aku yang telah dinikahi oleh Jalal bersiap untuk malam pertamanya. Sebagai pengantin baru tetntulah ia mendampakan malam pertama yang indah bersama Jalal suaminya.

Ketika Jalal sebagai suamiku memasuki kamarku untuk pertama kalinya, hari telah lewat tengah malam. Aku sedang terlayang-layang antara tidur dan bangun di ranjang pengantinku.aku menantikan apa yang bakal terjadi dengan perasaan kecut karena ketidakpastian pada nasibku. Aku sebenarnya ingin menangkupkan kepalaaku ke bantal, lalu menangis sepuas hatiku.

Selain meja makan di dapur dan kamar tidur terdapat ruang tamu sebagai latar tempat terakhir. Kursi dan meja di ruang tamu menjadi saksi perbincangan tokoh aku dengan Jalal.

Ayah dan ibu tiriku tidak aku beri tahu rencanaku. Mereka telah mengawinkan aku, maka habislah masa aku sebagai anak-anak yang harus diatur dan dilindungi. Aku kini seorang perempuan. Perempuan dewasa yang mandiri. Aku duduk menanti Jalal di kursi ruang tamu.tapi lampu kubiarkan tetap padamseperti biasanyabila semua orang telah ke kamar tidur masing-masing. Pintu depan tidak terkunci sebagai mana biasanya, agar Jalal bisa masuk tanpa lebih dahulu membangunkan siapa-siapa.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa latar tempat pada cerpen “Kisah Seorang Pengantin” karya AA. Navis ini berlatar tempatkan di rumah. Latar tempat dirumah ini meliputi dapur, kmar tidur dan ruang tamu.

Kemudian terdapat bebrapa latar waktu di dalam cerpen “Kisah Seorang Pengantin” karya AA. Navis ini. Tokoh aku yang dipanggil oleh ayah dan ibu tirinya di meja makan pada saat makan malam.

Pada suatu malam sehabis makan, setelah aku slesai mencuci piring dan adik-adik kecil tidur, aku dipanggil ayah tiriku. Aku sudah tahu apa yang hendak dibicarakannya, dadaku gemuruh. Aku duduk di ujung meja. Ibu dan ayah duduk berhadapan. Keempat mata mereka seolah-olah menembus tubuhku sampai kelihatan tulang-belulangku, rasanya. Air mataku nyaris meleleh. Tapi aku tahan sedapatnya. Karena ketika itu aku ingat pada ibu kandungku sendiri. Kalaulah ibu masih hidup, tentu dialah yang dududk dihadapanku. Suara mereka tentulah beda dengan irama yang kudengar waktu itu.

Selain percakapan di meja makan, latar waktu malam hari mendominasi latar waktu dalam cerpen ini. Seperti pada malam pertama tokoh aku dan Jalal serta saat tokoh aku menunggu Jalal untuk membicarakan permasalahan yang ada di dalam biduk rumah tangganya.

Ketika Jalal sebagai suamiku memasuki kamarku untuk pertama kalinya, hari telah lewat tengah malam. Aku sedang terlayang-layang antara tidur dan bangun di ranjang pengantinku.aku menantikan apa yang bakal terjadi dengan perasaan kecut karena ketidakpastian pada nasibku. Aku sebenarnya ingin menangkupkan kepalaaku ke bantal, lalu menangis sepuas hatiku.

Lewat tengah malam tibalah dia, pintu dibukanya, lalu ditutup dan dikuncinya. Ia masuk dengan wajah yang kukenal, berkerut dan angkuh. Kini aku merasa mual memandang wajah itu.

Cerpen “Kisah Seorang Pengantin” karya AA. Navis ini menceritakan kehidupan masyarakat Minangkabau khususnya masyarakat Bukittinggi pada dekade 50’ an. Dimana pada masa itu perjodohan sangat kental terasa dikalangan masyarakat. Perlakuan tokoh cerpen dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk mendapatkan data-data  sebagai bukti selanjutnya.

PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTAR PERAN

Di dalam cerpen “Kisah Seorang Pengantin” karya AA Navis ini, seorang tokoh dapat memerankan dua peran atau lebih sekaligus. Tokoh Aku misalnya memerankan peran anak tiri, istri serta masyarakat biasa dalam satu daerah. Demikian juga dengan tokoh lainnya, seperti Jalal yang berperan sebagai pemuda tampan, suami serta masyarakat biasa. Ayah berperan sebagai ayah tiri, suami dan orang yang bertanggung jawab. Ibu memiliki peran ibu tiri, orang yang baik dan penyayang serta masyarakat biasa. Una berperan sebagai adik Jalal, ipar dan masyarakat biasa.

Dengan demikian, sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus. Dalam hal penyelidikan permasalahan harus dilihat dari sudut peran. Permasalahan yang akan terlihat apabila peran yang satu dihubungkan dengan peran lainnya. Beberapa peran yang diperankan tokoh dalam cerpen dapat dihubungkan atau dikelompokkan menjadi (a) suami dan istri, (b) ayah dan anak. (c) ibu dan anak, (d) adik ipar dan kakak ipar dan (e) masyarakat biasa.

Pengelompokkan hubungan peran-peran sebagai topik-topik yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Terdapat lima permasalahan yang dirumuskan melalui konflik-konflik tokoh yang diperankannya.

Topik (a) suami dan istri didukung oleh tokoh Aku sebagai istri dan Jalal berperan sebagai suami. Tokoh Ayah berperan sebagai suami dari ibu dan tokoh Ibu berperan sebagai istri dari ayah.

Topik (b) ayah dan anak didukung oleh tokoh Ayah sebagai ayah atau bapak tiri dari tokoh aku dan tokoh Aku berperan sebagai anak tiri dari tokoh ayah.

Topik (c) ibu dan anak didukung oleh tokoh Ibu yang berperan sebagai ibu tiri dan tokoh Aku yang berperan sebagai anak tiri. Namun, pada topik ini konflik hubungan antar peran tidak ada.

Topik (d) adik ipar dan kakak ipar didukung oleh tokoh Una sebagai adik dari tokoh Jalal yang berarti merupakan adik ipar dari tokoh Aku dan tokoh Aku berperan sebagai kakak ipar dari tokoh Una.

Topik yang terakhir adalah topik (e) masyarakat biasa didu]kung oleh semua tokoh yang adsa di dalam cerpen.

Dari kelima topik di atas, topik yang paling banyak didukung oleh tokoh adalah topik suami dan istri serta topik masyarakat biasa. Namun, topik masyarakat biasalah yang mendominasi.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA NORMATIF 

Perjodohan di Minangkabau merupakan tanggung jawab orang tua dan karib kerabat, namun tidak semua anak bisa mencari atau memilih pasangan hidupnya. Menurut Chaniago (2002: 278) perjodohan adalah pernikahan atau perkawinan. Di Minangkabau yang berperan dalam perjodohan dan perkawinan adalah mamak. Secara tradisional mamak memiliki wewenang untuk memutuskan hasil dari perjodohan anak dan kemenakannya. Hal ini disebabkan mamak tidak hanya bertanggung jawab terhadap kehidupan anak dan keluarganya, namun juga terhadap kehidupan kemenakannnya

Perjodohan tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan adanya hubungan diantara mereka yang kawin saja, melainkan melibatkan hubungan diantara kaum kerabat dari masing-masing pasangan. Untungya orang Minangkabau lebih menginginkan anak, dan kemenakannya menikah dengan orang Minangkabau sendiri. Hal ini disebabkan karena ketakutan yang berlebihan tidak adanya kesempatan untuk pulang ke kampung. Perjodohan menjadi alternatif yang paling jitu untuk membawa kembali jati diri orang Minangkabau. Lagi pula masyarakat beranggapan bahwa jika perkawinan dilakukan oleh sesama orang Minangkabau, maka asal usul mereka sudah jelas. 

Perjodohan dalam masyarakat Minangkabau masih dalam ruang lingkup karib-kerabat dan ada juga yang pulang ka bako. Pulang ka bako adalah perkawinan yang dilakukan antara anak dan kemenakan atau lazim disebut sebagai pulang ke mamak. Pulang ke mamak berarti mengawini anak mamak, sedangkan pulang ke bako adalah mengawini kemenakan ayah (Navis, 1984:11-16).

Dalam perjodohan tidak ada yang namanya perjodohan secara normatif. Karena dapat kita ketahui bahwa pengertian dari normatif adalah berpegang teguh pada norma, aturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini ksta normatif sendiri mengacu kepada sikap, loyalitas dan kesetiaan seseorang terhadap aturan atau kaidah yang berlaku di ligkungannya. Dari pernyataan diatas poin dari normatif adalah aturan, seperti yang kita ketahui bahwa perjodohan di Minangkabau bukanlah aturan atau normatif tetapi adalah sebuah kebiasaan turun menurun yang telah dilakukan masyarakat Minangkabau.

PERMASALAHAN CERPEN SECARA FIKTIF 

Dalam cerpen “Kisah Seorang Pengantin” karya AA Navis ini tokoh Aku yang merupakan anak yang telah ditinggal oleh ibu dan ayah kandungnya dan dibesarkan oleh ayah tirinya. Tokoh Aku yang seperti berhutang budi kepada ayahnya rela untuk dijodohkan. Di dalam hatinya, sebenarnya ia tidak mau dijodohkan tetapi setelah menimbang dengan matang ia menyetujui perjodohan tersebut. 

Tokoh Aku pada cerpen ini digambarakan sebagai anak yang baik dan penurut serta istri yang sabar. Setiap malam setelah menikah dengan Jalal si tokoh aku dengan sabar menunggu suaminya untuk mendapatkan hak sebagai istri sah.

Ketika Jalal sebagai suamiku memasuki kamarku untuk pertama kalinya, hari telah lewat tengah malam. Aku sedang terlayang-layang antara tidur dan bangun di ranjang pengantinku.aku menantikan apa yang bakal terjadi dengan perasaan kecut karena ketidakpastian pada nasibku. Aku sebenarnya ingin menangkupkan kepalaaku ke bantal, lalu menangis sepuas hatiku. Tapi itu tidak boleh dilakukan dalam menyambut suami di malam pertama. Aku harus telentang dengan diam, ya, dengan diam seperti yang diajarkan orang tua-tua padaku.aku harus dilihat oleh suamikulaksana seorang putri tidur. Bibir tidak boleh ternganga. Bedakku tidak boleh terhapus. Aku tetap harus telentang dengan kimono tipis. Meski hawa begitu dingin, aku tidak boleh memakai selimut.

Telah lama bersabar, akhirnya tokoh Aku mengambil sikap demi masa depannya. Ia ingin berpisah dengan Jalal suaminya. Dengan telah mempertimbangkan segala kondisinya, tokoh Aku memutuskan untuk berbicara dengan Jalal pada malam harinya.

Maka aku harus mengambil sikap demi masa depanku, aku mau berpisah dari Jalal. Sudah terlalu lama hatiku disiksa, jadi korban dari suatu percekcokan rumah tangga orang lain. Aku tidak mau lagi disiksa terus, dijadikan korban terus.

Lewat tengah malam tibalah dia. Pintu dibukanya, lalu ditutup dan dikuncinya. Ia masuk denagn wajah yang kukenal, berkerut dan angkuh. Kini aku merasa mual memandang wajah itu. Ia melangkah terus ke ruang dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar