Minggu, 27 Mei 2018

Analisis Sosiologis Cerpen PENANGKAPAN (Karya AA Navis)

Assalamualaikum rekan berbahasa! Pada kesempatan kali ini admin akan membahas tentang Analisis Sosiologis Cerpen Penangkapan Karya AA Navis. Dalam artikel kali ini ada beberapa hal yang akan dibahas secara mendalam yaitu, Pengertian Cerpen, Penentuan Latar Cerpen, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran, Permasalahan Cerpen Secara Normatif, Permasalahan Cerpen Secara Fiktif, Permasalahan Cerpen Secara Objektif, dan Interpretasi Data. Langsung saja simak bahasan di bawah ini! Selamat membaca!

https://bahasbahasaa.blogspot.co.id/

Teknik analisis cerpen ada beberapa langkah, menurut Asri (2008) dapat ditetapkan melalui enam langkah, yaitu (1) penentuan latar cerita (2) penentuan tokoh beserta peranannya (3) penentuan hubungan antar peran serta tokoh yang terlibat (4) perumusan maslah berdasarkan hubungan antarperan (5) mengkaji permasalahan secara normative, fiktif, maupun secara objektif (6) interpretasi data.

ANALISIS SOSIOLOGIS CERPEN 

PENETUAN LATAR

Cerpen Penangkapan mengungkapkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada masa orde baru sekitar tahun 1970-an. Terdapat beberapa petunjuk data dari cerpen ini tentang hal itu, seperti kutipan berikut ini.

“Ada karena indikasi PRRI. Kemudian karena indikasi PKI. Lalu, di waktu yang lain karena indikasi ekstrim kiri atau kanan. Di masa itu kota kami kesibaran “Peristiwa Malari” yang marak di Jakarta. Kemana-mana kami berkumpul selalu diinteli oleh oknum dari bebagai instansi.”

Kata-kata yang menunjukan indikasi tahun 70-an adalah Peristiwa Malari karena peristiwa malari tersebut terjadi pada tahun 1974. Peristiwa 15 Januari 1974 atau lebih dikenal dengan Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) merupakan suatu gerakan mahasiswa yang merasa tidak puas terhadap kebijakan pemerintah terkait kerja sama dengan pihak asing untuk pembangunan nasional. Para mahasiswa menganggap kebijakan Pemerintah kala itu sudah menyimpang dan tidak berhaluan kepada pembangunan yang mementingkan rakyat. Mahasiswa menilai malah dengan kerja sama ini semakin memperburuk kondisi ekonomi rakyat. Terlihatlah pengarang ingin mengangkat cerita tentang kehidupan di masyarakat Minangkabau pada masa tersebut.  

Kehidupan masyarakat Minangkabau pada tahun 70-an ini juga didasari pada masyarakat di luar kota. Indikasi  itu terlihat dengan penulis mengacu pada kehidupan masyarakat di kota Jakarta pada masa orde baru tersebut. Dalam hal ini kota Jakarta dilihat oleh penulis  sebagai acuan yang digunakannya di dalam cerpen ini. Oleh sebab itu, permasalahan cerpen ini dapat saja berhubungan dengan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat Minangkabau yang diamati atau dialami oleh pengarang. 

Melalui latar tempat dan waktu ini dapat disimpulkan untuk sementara bahwa cerpen Penangkapan berbicara tentang perubahan perilaku tokoh di dalam cerpen yaitu di dalam masyarakat Minangkabau itu sendiri. Peeilaku tokoh yang berubah tersebut harus diselidiki katannya dengan data-data realitas objektif untuk mendapatkan bukti selanjutnya. 

PENENTUAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTAR PERAN

Sosok pribadi dalam masyarakat Minangkabau selalu memerankan beberapa peran dalam kehidupannya. Sosok pribadi itu selalu memerankan peran ganda, misalnya selain sebagai pemimpin bisa juga pribadi tersebut berperan sebagai kepala keluarga, tokoh masyarakat, suami atau istri, dan lain-lain. Karya sastra sebagai pencerminan tatanan hidup masyarakat akan mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita. 

Dalam cerpen Penangkapan seorang tokoh minimal memerankan dua peran. Tokoh Aku memerankan peran teman, sastrawan dan juga seorang suami. Tokoh Dali memerankan peran sastrawan, peran teman, dan juga seorang suami. Demikian juga dengan tokoh lainnya seperti tokoh Alfonso yang memerankan tokoh sastrawan, tokoh yang dituakan, orang teater, dan suami.tokoh Haris dan Neli memerankan pemuda, pembaca puisi, seorang istri, sorang suami, dan sastrawan. 

Dengan demikian sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus. Dalam hal penyelidikan permasalahan haruslah dilihat dari sudut peran dan bukan dari sudut tokoh. Hubungan antar peran yang terdapat pada cerpen ini adalah (a) suami dengan istri (b) kaum muda dan kaum tua (c) sastrawan muda dan sastrwan tua (d) sastrawan dengan aparat.

Pengelompokkan hubungan antar peran tersebut sekaligus dapat dipandang sebagi topik yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topik ini membantu peneliti untuk menelusuri lebih jauh lagi tentang permasalahan yang terdapat dalam cerpen tersebut.

Dari berbagai hubungan antar peran yang menimubulkan topi yang terdapat pada cerpen tersebut, ternyata topik atau peristiwa antara sastrawan atau aktivis dan juga aparat yang bertugaslah yang didukung oleh banyak tokoh. Dengan demikian, pada topik hubungan antara sastrawan dan aparat inilah yang menjadi topik permasalahan pada cerpen Penangkapan ini, sedangkan topik-topik lain hanya penunjang. 

PERMASALAHAN CERPEN SECARA NORMATIF

Dalam kehidupan budaya Minangkabau, kecintaan terhadap sastra terutama menulis amat sangat tinggi pada masa tersebut. Di dalam masyarakat Minangkabau menulis merupakan alat yang penuh energi di dalam kehidupannya. Para sastrwan atau aktivis di dalam masyarakat Minangkabau ini memliki watak pemberontak yang tidak mau dikekang. 

Secara positif menyiratkan bahwa budaya Minangkabau yang bersifat tidak membedakan artinya bersifat sama atau sederajat (egaliter) membuat masyarakatnya berani bicara dan berpikir merdeka. Dalam masyarakat Minagkabau, semua orang sama besar, sama kecil, dan sama-sama bebas berbicara dan berpendapat. Semua orang Minangkanabau merasa bangsawan, karena di dalam masyarakat Minang kecil diberi nama, besar diberi gelar. Watak pemberontak atau penerabas kadang dianggap orang lain sebagai hal yang melawan arus. Padahal, sebenarnya inovatif, kreatif, dan kukuh dengan pendirian yang berpegang teguh pada filosofi Minangkabau “alam terkembang jadi guru”.

Peristiwa penangkapan yang dialami oleh Dali dan Alfonso itu adalah cerminan dari kekukuhan watak kaum intelektual dalam tatanan masyarakat di Minangkabau. Tokoh tersebut juga memainkan peran sebagai penulis andal. Iklim budaya yang egaliter di masyarakat budaya Minangkabau tidak dapat dikesampingkan dalam membentuk watak kepengarangan para sastrawannya.
 
PERMASALAHAN CERPEN SECARA FIKTIF

Di dalam cerpen Penangkapan ini terdapat permasalahan yang muncul dominan yaitu permasalahan antara aktivis sastra dan aparat keamanan. Lihat kutipan berikut.
“Aku sama sekali tidak kaget kalau ada orang ditangkap. Sejak bertahun-tahun silam aku sudah terbiasa mendengar peristiwa penangkapan. Ada karena indikasi PRRI. Kemudian karena indikasi PKI. Lalu, di waktu yang lain karena indikasi ekstrim kiri atau kanan.” 

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa penangkapan selalu biasa terjadi pada masa itu karena berbagai indikasi terutama penangkapan yang ditujukan kepada para penentang pemerintah pada masa itu.
 
“Maka para sastrawan, terutama yang muda kian jadi keasyikan diinteli itu.” Dari kutipan tersebut terlihat bahwa setiap pergerakan atau aksi-aksi yang dilakukan para aktivis atau sastrawan pada masa itu selalu dipantau dan diinteli, setiap ada aksi pasti terdapat intel yang berjubel di sana.
“Istri Si Ponco hamil berat. Istri Si Dali harus pindah rumah karena kontraknya sudah dua bulan berakhir. Tadi pagi yang punya rumah sudah datang karena tahu Si Dali ditangkap. Dia memberi ultimatum harus bayar paling lama besok.” kata Neli pula. Sebagai sastrawan, praktisnya mereka merupakan penganggur. Kalau tulisan mereka di muat dalam koran lokal, paling-paling honornya sekedar pembeli rokok untuk seminggu.”

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa setelah ditangkapnya tokoh Dali dan Alfonso (Ponco) datang masalah lainnya yang menjadi komplikasi.
“Hampir dua bulan Si Dali dan Alfonso mendekam di tahanan polisi. Ditanyai satu jam setiap hari. Terkecuali hari Minggu. Mereka dikasi makan cukup. Dibiarkan main catur. Bila bersama pengawal mereka main domino sampai lewat tengah malam. Sambil tertawa, bergurau atau saling meledek.” 

Kutipan di atas menjelaskan bahwa tidak selalu aparat dan juga aktivis atau sastrawan tidak harmonis. Ketika mereka ditahan di tempat pelatihan yang kosong mereka berhubungan baik dengan aparat yang ada. 

Dari gambaran beberapa kutipan cerpen di atas, terlihat bahwa antara aktivis sastra dan aparat tidak harmonis, aparat selalau mencurigai pergerakan aktivis yang diindikasikan dengan gerakan penantang pemerintah pada masa tersebut. Dalam cerpen ini juga terdapat hubungan yang harmonis antara aparat dan juga para aktivis yang terlihat di dalam tahanan tempat pelatihan. Akan tetapi, yang lebih dominan dalam cerpen ini adalah ketidakharmonisan antara kedua belah pihak tersebut.

SECARA OBJEKTIF

Untuk mendapatkan data-data objektif perlu dilakukan observasi lapangan dan menggali dari beberapa sumber terhadap perilaku dan kebiasaan masyarakat Minangkabau. Pada masa sekarang ini para aktivis sastra di dalam masyarakat Minangkabau ini kurang muncul bahakan mungkin hilang, sehingga terdapat hubungan yang cukup harmonis antara aktivis sastra sekarang dan juga aparat pada masa sekarang ini. Namun, para aktivis sastra Minangkabau selalumemiliki watak pemberontak yang karya-karyanya berisi dengan kritikan-kritikan yang kreatif dan juga inovatif.

Watak pemberontak itulah yang membuat para aktivis sastra tersebut selalu beurusan dengan aparat keamanan. Seperti dipaparkan dalam cerpen tersebut yang berjudul Penangkapan, di situ terdapat para sastrawan tua dan muda yang selalu menyelenggarakan aksi-aksi mengkritik pemerintah, tentu kritik itu ditujukan kea rah yang lebih baik. Akan tetapi, pada masa sekarang ini masyarakat Minangkabau seakan kehabisan sastrawan atau aktivis sastra yang jenius dan memiliki watak pemberontak seperti terdahulunya. Tidak ada penerus di zaman ini dari sastrawan Minangkabau terdahulu. 

Data-data tersebut didapatkan dari hasil observasi dalam kehidupan sosial masyarakat di Minangkabau. Hal tersebut terjadi di masyarakat saat ini dimana masyarakat Minangkabau seakan kehabisan sastrawan lagi tidak seperti dahulu pada masa di mana cerpen ini dimuat. Ada beberapa faktor yang menjadikan sastrawan Minangkabau terhenti regenerasinya, yaitu karena perkembangan zaman, minat membaca dan yang menulis semakin hari semakin berkurang, dan bisa jadi faktor lingkungan sekarang yang kurang mendukung para aktivis sastra untuk mengeluarkan kemampuannya, serta pengekangan pemerintah terhadap orang-orang yang mempunyai watak pemberontak untuk mengkritik ke arah yang lebih baik karena dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaannya.
 
INTERPRETASI DATA

Sebuah karya sastra dapat dipandang sebagai jembatan dunia normatif dengan dunia objektif. Karya sastra harus menggambarkan idealisme masyarakatnya, sekaligus mengungkapkan gambaran realitas sosial masyarakatnya (Asri, 2011). Ditinjau dari hal tersebut memang cerpen Penangkapan ini memenuhi kriteria tersebut pada masanya. Pada masa tersebut masyarakat Minangkabau memiliki watak pemberontak kreatif dan inovatif dan berpikir merdeka. Mereka memiliki watak yang kukuh dan terang-terangan mengatakan jika tak setuju dengan penguasa. Terlihat dalam cerpen yang berjudul Penangkapan ini bahwa pada masa tersebut aktivis sastra di dalam masyarakat Minangakabau selalu memberontak pemerintah dengan mengarah kepada nilai kreatif dan inovatif, serta selalu menyuarakan hal positif, dan jika mereka tidak setuju dengan pemerintah mereka akan kukuh dan terang-terangan menolak dengan keras dan tidak setuju. Terlihat dalam cerpen ini para aktivis sastra selalu mengadakan aksi-aksi sehingga di sini terdapat hubungan antara aktivis sastra dan aparat kurang baik. Aparat selalu menginteli segala kegiatan serta pergerakan para sastrawan baik muda maupun tua di masyarakat Minangkabau. 

Segala aktivitas yang dilakukan oleh para aktivis atau sastrawan tersebut mencerminkan bahwa ada nilai normatif yang terdapat pada masyarakat Minangkabau yaitu ‘raja lalim, raja disanggah’. Ketika mereka tidak setuju dengan segala kebijakan pemerintah pada masa itu mereka dengan kukuh dan terang-terangan menolak hal tersebut sehingga terjadilah hubungan kurang baik atau kurang harmonis antara aktivis sastra dan aparat keamanan pada masa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari cerpen pada saat aktivis sastra mengadakan aksi-aksi para intel selalu ada mencegah supaya tidak terjadi pemberontakkan yang menentang pemerintah. 

SIMPULAN

Berdasarkan data-data yang dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kerelevanan antara cerpen yang berjudul Penangkapan dengan realitas sosial budaya Minangkabau pada masanya sangatlah tinggi bahkan serratus persen relevan dengan masa itu yaitu sekitar tahun 70-an di mana selalu ada penangkapan dengan tuduhan indikasi penentang pemerintah atau ektrim kiri dan ekstrim kanan. Sebagai pencerminan realitas sosial budaya masyarakat Minangkabau pada masa tersebut dan juga pada saat ini, cerpen ini merupakan pembenaran dari pendapat Hoggart yang mengatakan bahwa karya sastra pada semua tingkat disinari oleh nilai-nilai yang ditetapkan dan nilai-nilai yang diterapkan (Hoggart dalam Asri, 2011). Oleh sebab itu, cerpen yang ditulis oleh AA Navis ini menunjukkan bahwa karyanya benar-benar berintegrasi dengan kehidupan masyarakatnya.  

KEPUSTAKAAN

Asri, Yasnur. 2011. Analisis Sosiologis Cerpen ‘Si Padang’ Karya Harris Effendi Tahar. Padang: UNP.
Depdikbud. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Qtmedia Offline. Google Play Store.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar